Wednesday, September 21, 2016

Kekuatan Penyuluhan Pasca Penimbangan

Sesuai jawabanku pada kader, saat pertemuan pembinaan kader posyandu dan dukun bayi beberapa waktu sebelumnya. Saat jadwal pertamaku mengikuti Posyandu di desa, aku sudah bersiap materi penyuluhan. Aku agak-agak lupa, tepat lokasinya waktu itu. Kalau tidak salah ingat, di Kelurahan Panjatan.  

Panjatan, merupakan salah satu dari keempat kelurahan yang ada di Kecamatan Karanganyar, setelah Kelurahan Karanganyar, Plarangan dan Jatiluhur. Posyandu kali ini bertempat di Balai Desa. Untuk menuju lokasinya, tidak jauh. Aku berangkat dari Puskesmas bersama Pak Slamet Cipto-juru imunisasi.

Aku niatkan untuk memberi penyuluhan pasca penimbangan bagi kader Posyandu. Begitu di lokasi, aku menyaksikan banyak ibu hamil, ibu bayi dan balita sedang dilayani kader. Kegiatan Posyandu sudah dimulai, sekitar setengah jam sebelum aku datang, kata seorang kader yang menerima kedatanganku dan Pak Slamet.
Melihat kehadirannku di Posyandu, aku melihat sekilas beberapa orang kader berbisik pada kader lainnya. Mungkin mereka yang sudah mengenal aku, ketika pertemuan di Puskesmas, menginformasikan kepada teman kader lainnya tentang keberadaanku disitu.

Persoalan regenerasi

Aku melihat kenyataan, bahwa sebagian besar kader penimbangan relatif umur mereka sudah usia tua. Keadaan ini dapat menimbulkan beberapa persoalan dalam program, pikirku. Pertama,  persoalan keberlanjutan dan masalah regenerasi. Karena bukan tidak mungkin, karena keadaan kesehatan dan faktor usia, kader berhalangan atau terganggu produktivitasnya. Kedua, tingkat penerimaan program dan faktor partisipasi. Aku merasa bahwa, pada golongan kaum muda masih belum banyak yang mau terlibat menjadi kader.

Lemahnya kemampuan memberi penyuluhan  

Dalam pelaksanaan Posyandu, aku mengamati jalannya pelayanan Posyandu dengan sistem 5 mejanya. Sesuai ketentuan 5 meja pelayanan, Posyandu diselenggarakan mengikuti urutan tertentu. Di meja pertama, pendaftaran, ada kader yang bertugas mendaftar menggunakan buku bantu sebagai daftar hadir. Kader di meja ini, juga mencatat bayi yang baru pertama kali menimbang atau ibu hamil yang mau periksa.  Setelah didaftar, kader mempersilakan untuk mengambil tempat duduk dan menunggu giliran untuk ditimbang. Pada saat ibu bayi/balita menunggu, sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh kader atau petugas untuk penyuluhan atau sosialisasi singkat. Ketika aku tanyakan kader, mengapa tidak dilakukan?  Jawabnya, singkat: “tidak bisa pak, Bapak saja dari petugas Puskesmas atau dari Kecamatan yang ngisi” Memanfaatkan, situasi kosong ini, aku memanfaatkan  menyampaikan pesan singkat manfaat menimbang bayi dan balita secara rutin.

Di meja dua, penimbangan, ada dua orang kader. Menimbang bayi dan balita, menggunakan timbangan dacin. Namun, untuk beberapa balita yang tidak mau ditimbang disiasati dengan menngunakan timbangan injak, meskipun sebenarnya hasilnya sangat tidak akurat. Kader lainya, mencatatkan hasil penimbangannya pada secarik kertas. Secarik kertas kecil yang biasa mereka sebut “girik” tersebut diserahkan kembali pada ibu bayi/balita, dengan cara menyelipkan pada kartu KMS.

Di meja tiga, pencatatan. Ada seorang kader mencatat hasil penimbangan ke KMS, berdasarkan catatan yang tertulis pada “girik”. Setelah kader mencatat KMS bayi/balita, kader mempersilakan ibu bayi/balita ke meja penyuluhan.

Dimeja empat, penyuluhan, ada seorang kader dengan beberapa perlengkapan seperti media penyuluhan “lembar balik” dan logistik posyandu dan bungkusan PMT penyuluhan (Pemberian makanan tambahan). Aku membayangkan bahwa, ibu kan dapat memperoleh pesan-pesan penyuluhan disini. Tetapi tebakanku meleset kali ini. Ibu bayi/balita hanya diberi sebungkus bubur kajang hijau kemudian pergi! Di meja ini sebenarnya, kader dapat memotivasi agar ibunya menimbangkan bayi/balitanya secara rutin. Perlu disampaikan juga hasil penimbangan bulan ini, jika dilihat grafiknya berdasarkan KMS. Serta pesan-pesan yang harus dilakukan,misalnya  jika hasil timbangannya naik atau sebaliknya, atau terhadap ibu bayi yang baru datang pertama kali menimbang. Sedangkan, bubur kacang hijau itu, maknanya jika ibu akan memberikan makanan tambahan yang sehat di rumah, maka pilihan jenis seperti bubur kacang hijau itu lebih baik. Dibandingkan jika anak-anak diberikan makanan jajan yang mengandung pewarna, pelezat dan pengawet.  

Di meja lima, pelayanan. Ada seorang kader, yang melayani ibu balita yang memerlukan bubuk oralit, vitamin A dosis tinggi, tablet tambah darah bagi ibu hamil, serta ibu bayi/balita yang akan mengimunisasikan anaknya. Dalam hal melayani imunisasi bayi/balita, kader tugasnya mencatat dan membantu petugas imunisasi, memanggil sesuai urutan antrian.

Pembinaan pasca Posyandu sebagai evaluasi dan penguatan kader


Setelah pelayanan posyandu dari meja satu sampai meja lima sudah selesai, kader- kader mengemasi peralatan. Sementara itu, petugas imunisasi mengepak kembali vaksin ke dalam cool-pack, dan beberapa petugas desa mempersiapkan dan mempersilakan minum, akupun bersiap untuk memberi penyuluhan dengan model santai. Jurus ini harus aku lakukan, dengan pertimbangan bahwa untuk ukuran kader, model belajar santai sangat diminati. Apalagi dengan contoh riil terhadap pekerjaan yang baru saja dilakukan, akan mudah diterima terhadap masuknya pesan.

Ternyata benar! Begitu, aku memulai membahas beberapa kejadian di masing-masing meja pelayanan. Seketika, suara gemuruh kader, berebut menyampaikan keluhannya. Dimulai dari kader yang aku anggap tertua disitu, aku persilakan untuk menyampaikan tanggapannya. “Kami sebenarnya, sudah lama menyampaikan ke desa, untuk minta diganti, tetapi tidak ada yang mau menjadi kader. Terutama yang muda-muda, beralasan, kalau kader tua saja, tidak dipercaya oleh ibu-ibu bayi/balita, apalagi yang muda”. “Baiklah, kalau demikian, mulailah calon kader yang muda, kita ajak ikut kegiatan Posyandu. Untuk sementara yang bersangkutan, tidak usah diserahi tugas khusus. Biarkan mereka memilih kegiatan atau tugas yang sementara ia bisa lakukan. Sambil menunggu saatnya, jika ada penyuluhan atau pelatihan kader, dapat diikutkan”
 Begitu jawabanku, untuk menengahi. Kemudian mereka saling mengusulkan akan mengajak  masing-masing satu orang tiap RT.

“Kuncinya sebenarnya, selain jumlah kader, yang kebanyakan sudah setua-tua saya ini, juga karena rendahnya pengetahuan. Sehingga kamipun banyak yang merasa canggung, kalau harus memberi penyuluhan kepada ibu-ibu bayi/balita” keluh kader lainnya, kemudian ada yang menimpalinya “selama ini, kami melakukan apapun, tidak ada yang memperhatikan. Baik perhatian dari desa, apalagi dari Puskesmas atau Kecamatan. Paling-paling, ketika harus ditunjuk mengikuti lomba. Yang kami inginkan sebenarnya, kalau ada pembinaan yang terus menerus. Kalau para pimpinan dan petugasnya bergerak, kamipun sebagai warga pastilah akan mendukung”


Mendengar jawaban itu, aku seperti “mendapat” energi, untuk terus membangun kemampuan kader Posyandu. Melalui pendekatan pembelajaran orang dewasa, dengan memanfaatkan waktu santai sesudah pelaksanaan   Posyandu. Akhirnya aku menyampaikan terimakasih atas kerjasama dan keterlibatan semua fihak, termasuk ibu-ibu kader dan bapak-bapak perangkat, yang sejak pagi tadi, bahkan sejak tadi malem menyiapkan acara Posyandu hari itu.

No comments:

Post a Comment