Thursday, April 16, 2020

Mengikuti Kursus Menulis Buku MPI, hasilnya Buku "keroyokan" Pendidikan Era Milenial

Ini adalah sebuah karya tulis "keroyokan" saya dalam bentuk buku antologi. Adalah pengalaman yang sangat langka bisa bergabung menulis buku dengan para penulis produktif dan berpengalaman Riza A. Novanto, Miftah Indy Nugroho, Siti Waeroh dan Elsavia Nindiana Solekhayati.
Pengalaman ini saya sebut langka karena ide menulis buku antologi ini awalnya adalah diskusi kecil para peserta kursus menulis. Namun berkat mentoring hebat dari pembimbingnya, yang sekaligus bertindak sebagai editor, akhirnya terwujud juga mimpi menulis buku. Buku ini saya rasa sangat relevan untuk orang tua, guru/ustadz/dosen dan pejabat yang concern dengan pendidikan anak milenial.

Dalam buku antologi Pendidikan Era Millenial ini saya"menggugat" atas hilangnya makna mendidik dalam kehidupan milenial. Karena mendidik sejatinya hal yang sangat penting yang harus dilakukan orang tua pada anaknya. Diperintahkan Allah dan disyari'atkan Rasulullah. Mendidik adalah proses panjang membangun karakter dan budi pekerti anak, melalui keteladanan  perilaku dan sifat orang tua. Anak akan mencontoh dan menyimpan ke dalam jiwanya apa yang ia lihat dari orang tuanya. Namun perkembangan teknologi informasi telah membawa perubahan yang sangat dahsyat kearah disruptif. Sayangnya sebagian besar orang tua tidak siap. Alih-alih orang tua melimpahkan tanggung jawabnya kepada guru atau sekolah.

Orang tua berharap pada guru atau sekolah dapat memikul tanggung jawabnya dalam mendidik anak. Namun sistem pendidikan dan kurikulum sekolah telah "menjauhkan" anak dengan nilai-nilai karakter dan budi pekerti.  Anak-anak milenial menghadapi persoalan yang serius. Di rumah, ia tidak menemukan sosok orang tua. Di sekolah ia banyak dijejali berbagai ilmu pengetahuan dan ketrampilan teknis. Namun tidak jiwanya, kosong-jauh dari nilai, karakter dan budi pekerti. Akibatnya, anak mencari solusi dari lingkunganya. Di era milenial, anak-anak tidak lepas dari gadget, terkoneksi internet, terhubung media sosial dan kepemilikan berbagai akun untuk update informasi. Dalam kondisi seperti ini, generasi milenial rawan terjerumus dalam permasalahan pergaulan bebas, penyimpangan seksual, narkoba, korban penipuan, dan kekerasan fisik.

 Sebenarnya anak-anak sangatlah memerlukan pengawasan, Komunikasi dan kepedulian orang-orang terdekatnya, seperti guru, keluarga atau orang tuanya. Mereka juga memiliki kepedulian terhadap persoalan sosial, memiliki minat terhadap hal2 baru, melek teknologi dan sangat kreatif. Untuk mengembalikan aspek karakter dan budi pekerti yang "hilang" dalam pendidikan anak, harus dimulai dari  upaya memperbaiki kualitas komunikasi antara anak, orang tua dan guru. Gerakan "2 jam kumpul tanpa gadget" merupakan upaya riil orang tua memperbaiki hubungan dengan anak. Dengan mengambil posisi "mendengar efektif",  orang tua sedang  menumbuhkan kepercayaan, juga martabatnya.