Showing posts with label masa-masa sekolah. Show all posts
Showing posts with label masa-masa sekolah. Show all posts

Tuesday, October 25, 2016

Mengikuti Tugas Belajar Pasca Sarjana di UGM Yogyakarta, banyak memperoleh kemudahan

Mendapat kesempatan mengikuti tugas belajar pasca sarjana di UGM tahun 1999 itu, tentulah merupakan pengalaman yang mengesankan. Kesempatan ini tidak lepas dari ditetapkannya  Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen sebagai lokasi Proyek Intensifikasi Pengendalian Penyakit Menular (Intensified Communicable Desease Control Project) dari Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Depkes RI. Dari komponen kegiatan proyeknya menyediakan biasiswa  pasca sarjana untuk  program tugas belajar epidemiologi dan non-epid.

Lulus seleksi  program MMPK
Dari Kabupaten Kebumen, aku diusulkan mengikuti test seleksi tertulis nasional  program biasiswa  pasca sarjana non-epid yang diselenggarakan di FK-UGM Yogyakarta. Dari hasil seleksi  tertulis tersebut, aku termasuk peserta yang dinyatakan lulus dan harus mengikuti pemberkasan di Dirjen P2M Depkes RI.

Setelah dinyatakan lulus administrasi, maka sejak bulan September 1999 aku memulai serangkaian tugas belajar itu. Program pendidikan yang aku ikuti adalah  Program pasca sarjana magister manajemen pelayanan kesehatan (MMPK) pada  Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat., Fakultas Kedokteran-UGM Yogyakarta.

Rumah kost di Jalan Kaliurang
Dengan sistem perkuliahan reguler, dari Senin hingga Kamis  sampai malam hari, mengharuskan aku untuk mencari dan menempati rumah kost di Yogyakarta. Kali ini aku bersama lagi dengan rekan seperjuangan dari SPG, SPAG dan UT, yaitu Sonhaji yang berangkat selaku utusan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. Setelah berjuang selama beberapa hari mencari rumah kost, akhirnya aku berdua menemukan di komplek perumahan Jalan Pandega Padma I, Jalan Kaliurang Km 4 dekat Apotik Kentungan, Yogyakarta.

Rumah kost ini aku pilih dengan pertimbangan ekonomis dan praktis. Ekonomis artinya terjangkau untuk kocek mahasiswa yang sudah berkeluarga. Praktis dalam hal jangkauan transportasi menuju kampus, baik ketika menggunakan motor atau ketika naik bis kota sangat mudah. 

Ketika naik bis kota menuju kampus UGM, aku naik  bis kota yang dari kaliurang, dan turun persis di depan RSUP Dr. Sardjito. Untuk mencapai lokasi kampus Jurusan IKM Fakultas Kedokteran, aku hanya  jalan kaki, melintasi kampus Kedokteran Forensik.  Dibelakang kampus kedokteran forensik itulah komplek kampus Jurusan IKM. Pada jurusan IKM sendiri, terdapat beberapa program pasca sarjana, diantaranya magister manajemen pelayanan kesehatan, manajemen obat, manajemen Rumah sakit, manajemen Gizi kesehatan dan manajemen promosi kesehatan.


Lulus TOEFL dengan sekali ujian
Ketika  mahasiswa baru, harus menyerahkan hasil test TOEFL yang dipersyaratkan, dengan minimal score 450, aku segera ikut mendaftar. Di UGM test TOEFL dilayani di Pusat Pelatihan Bahasa UGM. Di sana tersedia bermacam-macam layanan test TOEFL. 

Ada jenis layanan test saja, ada pula layanan test dengan bimbingan kursus sebagai pendahuluan. Tarif biayanyapun  bervariasi, dari Rp 15.000,-Rp 350.000,-  Alhamdulillah dan sangat bersyukur, aku lulus dengan sekali ujian dengan biaya Rp 15.000,- Aku juga melihat rekan, yang mendaftar test TOEFL, ada beberapa tidak lulus, bahkan harus mengulang beberapa kali test, hingga lulus test dengan score minimal yang ditetapkan.

Lolos menjadi peneliti Puslit IKM FK-UGM
Suatu saat ada seleksi peneliti untuk sebuah project penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat (Puslit IKM) FK-UGM yang berasal dari mahasiswa. Rencananya akan diambil tujuh orang peneliti. Untuk melakukan riset payung, yang akan meneliti keberadaan dan kinerja Pusat Informasi dan Penanggulangan Krisis Kesehatan (PIPKK) yang ada di tingkat kabupaten.

Akupun mengikuti proses seleksi tersebut, dan sangat berharap dapat ikut terpilih sebagai peneliti dalam kegiatan besar itu. Mengapa? Bagiku kegiatan penelitian tersebut sungguh sangat bermanfaat. Bagaimana tidak? Dengan ikut terlibat dalam kegiatan riset tersebut, peneliti dalam hal ini mahasiswa dapat mengambil bagian dari tema besar penelitian tersebut, untuk diperdalam menjadi thesis. Sehingga dengan ikut menjadi peneliti, di satu sisi, mendapat pengalaman sebagai peneliti dan memperoleh fasilitas pendukungnya. Di lain fihak, aku dapat sekaligus menyiapkan bahan thesis pribadiku. Tiba saat waktu pengumuman, dari ketujuh peneliti yang dinyatakan lolos seleksi, Alhamdulillah aku ikut diantaranya.

Dan benar, aku memperoleh banyak manfaat menjadi peneliti Puslit IKM FK-UGM. Aku berkesempatan melakukan pengumpulan data di Kabupaten Gunung Kidul-Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo-Jawa Tengah. Sekaligus aku dapat menyelesaikan thesisku, melalui pendalaman sub tema riset imbalan kinerja di Kabupaten Purworejo.

Monday, October 24, 2016

Belajar di UT banyak menariknya

Setelah  hampir lima tahun bekerja di Puskesmas, ada keinginan untuk melanjutkan sekolah atau kuliah lagi. Namun jika mengikuti jalur tugas belajar, selain kesempatannya terbatas, juga harus meninggalkan tugas.  Aku berfikir, apakah ada sistem kuliah yang fleksibel dan tidak meninggalkan pekerjaan?

Menerima tantangan 
Ketika  ke Dinkes Kabupaten, aku bertemu dengan kakak senior  SPAG Pekalongan angkatan pertama, Mas Azis. Ketika aku menyampaikan apakah ada sistem kuliah yang fleksibel dan tidak meninggalkan pekerjaan? Spontan, Mas Azis, berseru kepadaku: “Ada dik, Universitas Terbuka (UT). 

Sistem belajar fleksibel
Di UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi). Makna terbuka adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan frekuensi mengikuti ujian. 

Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang sederajat)” Manggut-manggut aku mendengarka penjelasannya. “Bagaimana prosedurnya?” tanyaku lagi.
“Tenang, kalau dik Cokro serius, aku punya buku panduan lengkapnya, dan beberapa modulnya bisa sekalian dipakai. Kalau ya, kapan ke rumah kost-ku, di Klirong, buku-bukunya bisa dibawa”.

Mudahnya melakukan registrasi awal dan pendaftaran ujian
Akhirnya tanpa menyia-nyiakan kesempatan, segera aku mengambil buku panduan dan beberapa modul UT. Rupanya Mas Azis sudah mendaftar dan melakukan registrasi, namun tidak berminat meneruskannya. Setelah aku baca dan cermati mekanismenya, kemudian aku segera ke kantor Pos untuk membeli berkas “Registrasi Pertama” UT, mengisi formulir dan menyerahkannya kembali ke Kantor Pos. Sejak saat itu, aku tercatat dan memiliki kartu mahasiswa UT. Begitu simpel. 

Apalagi jika ada jaringan internet. Semuanya dapat dilakukan dengan mudahnya, sejak dari pendaftaran pertama, pendaftaran ulang, pendaftaran ujian, mengirim berkas ujian, menerima hasil ujian dapat dilakukan di rumah. Bisa sambil kerja, melayani pelanggan atau mendengarkan musik atau ceramah agama.

Modul yang hebat dan berkualitas
Jika ditanya mengapa aku mengambil jurusan Administrasi Pembangunan, maka paling tidak ada dua alasan yang mendorongku. Pertama, menyesuaikan tugasku sebagai pegawai negeri dan sebagai pelaksana program pembangunan, aku merasa perlu memilih jurusan Administrasi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini. Kedua, dari deskripsi matakuliahnya, aku menemukan banyak matakuliah favorit yang aku suka disini. Sebut saja misalnya matakuliah Pendidikan Agama Islam, Kebijakan Publik, Sistem Administrasi Pemerintahan, Administrasi Pembangunan, Perencanaan Pembangunan dan Pengawasan Pembangunan  adalah  sederet matakuliah favorit, yang aku sangat senang membaca berulang-ulang  dan mempelajari modulnya. Selain lay-out modul, menurutku materi ditulis oleh  penyusun  modul yang hebat. Aku tahu perpustakaan perguruan tinggi di Jogja juga mengoleksi modul-modul UT.


Beli modul bisa patungan
Meskipun belakangan aku ketahui yang mengambil jurusan itu, tidak banyak. Jurusan yang banyak diambil  menjadi pilihan mahasiswa adalah administrasi negara. Aku tidak tahu alasan mengambil jurusan itu, karena mereka sendiri tidak tahu persisnya. “Saya sendiri tidak tahu mas, yang jelas teman-teman kantor pada ambil Adne (Administrasi Negara-Red). Jadi saya ikut saja, biar ketika butuh modul, mudah meminjamnya. Bahkan kami juga patungan beli modulnya” Demikian teman saya memberi penjelasan. Barangkali faktor inilah juga, daya tarik kuliah di UT.

UKT sering jadi momok, namun ada trik mengatasinya
Pengalaman mengikuti  Ujian Komprehensif vTertulis (UKT), materi ujiannya menuntut mahasiswa mampu  menyelesaikan persoalan, menjawab masalah melalui  pemahaman antar teori antar konsep. Soalnya berbentuk essay, dengan pertnyaan dan pernyataan yang open-ended.

Memang, UKT bagi sebagain mahasiswa merupakan momok yang menakutkan. Jika melihat pengalaman, banyak yang mengulang, bahkan mengulang berkali-kali. Namun, menurut pengamatanku, materi UKT berisi tentang masalah-masalah yang sedang  aktual dan menjadi trending topic selama 6-12 bulan yang lalu. Untuk mengantisipasi itu, aku membuat kliping koran menurut tema masalah, dari berbagai koran. Disamping itu, aku mencoba menganilisisnya atau mencari hubungan atas tema-tema itu dengan teori-teori yang ada.

Selain hal-hal di atas, ada aspek  lain yang ikut menjadi kunci keberhasilan UKT adalah teknik menulis atau seni menyampaikan gagasan. Jenis ujian essay, sangat diperlukan teknik menulis yang memadai. Seringkali struktur kalimat, pemilihan kata, diksi dan gaya bahasa sangat mendukung bagi kejelasan konsep. Banyak orang pandai menulis, tetapi tidak banyak orang yang mampu menulis dan enak dibaca.

Happy Ending:  dapat Ijazah sekaligus ijabsah
Inilah salah satu yang menarik belajar di UT, waktu pendaftaran dan  penyelesaian pendidikan yang fleksibel.  Seperti apa? Setelah beberapa semester, aku terhitung santai dalam menyelesaikan beban SKS tiap semesternya, akhirnya aku harus mempercepat.
Karena dalam-tahun-tahun itu aku memiliki agenda penting, yaitu menikah dan wisuda. Maka dengan upaya keras, aku berusaha menyelesaikan beban SKS matakuliah dan mengikuti ujian komprehensif tertulis. 

Ujian Komprehensif Tertulis (UKT) adalah ujian akhir program yang harus aku jalani,  setelah menyelesaikan  beban minimal SKS matakuliah. Alhamdulillah, aku lulus UKT dengan nilai yang tidak terlalu jelek. Dan berkesempatan mengikuti wisuda. Meskipun waktu pelaksanaan wisudaku di kampus UT Pusat di Pondok Cabe, Jakarta Selatan, sangat fenomenal. Bagaimana tidak?  Karena waktu wisuda dilangsungkan sehari setelah waktu akad dan resepsi pernikahan. Sore itu aku melaksanakan pernikahan di Kebumen, paginya, tanggal 12 Nopember 1996 jam 09.00 WIB aku mengikuti wisuda sarjana UT. Sehingga untuk administrasi pendaftaran peserta dan gladi bersih, aku dibantu Pak Arifin Subekti, teman kantor di Dinas Kesehatan yang sudah memiliki pengalaman di Jakarta.
Untuk keperluan wisuda, aku berangkat  beberapa waktu setelah acara resepsi pernikahan selesai. Dengan do’a restu isteri, orangtua, mertua dan kerabat, Aku berangkat ke Jakarta ditemani kakakku, Mas Bambang, berangkat ke Jakarta menggunakan jasa kereta api dari stasiun Karanganyar-Kebumen.


Sunday, October 23, 2016

Lulus SPG melanjutkan ke SPAG Depkes Pekalongan

Lulus SPG Negeri Pekalongan tahun 1985, aku  tidak tahu dan belum memutuskan hendak kemana lanjutannya. Bahkan hingga hari terakhir  waktu pendaftaran Sipenmaru melalui pembayaran Bank, aku baru sadar kalau sudah terlambat. Karena pembayaran melalui Bank ditutup jam 13.00 waktu itu.

Gagal Sipenmaru, mencoba Sipensimaru Diknakes
Harapan untuk kuliah hampir pupus, ketika temanku Sonhaji datang ke rumah membawa berita tentang Sipensimaru Diknakes.  Apa itu? Sipensimaru Diknakes, adalah singkatan dari seleksi siswa dan mahasiswa baru pendidikan tenaga kesehatan yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes). Karena informasinya hanya sekilas, aku putuskan untuk melihat ke tempat pengumuman itu ditempel.

Ternyata tidak jauh dari rumah, sekitar 12 Km ada kampus Sekolah Pembantu Ahli Gizi (SPAG) Depkes, tepatnya  di desa Legok Kalong, Kecamatan Karangnyar memasang pengumuman itu. Dari pengumuman itu, aku melihat seluruh sekolah dan perguruan tinggi kesehatan di seluruh Indonesia yang dapat diikuti. Dan berita ada banyak berita menariknya, yaitu: (1)  bahwa selama mengikuti program pendidikan itu gratis! Seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh Pemerintah (2) tambah menarik bagiku bahwa  setelah lulusa akan ditempatkan kerja sebagai tenaga Pegawai Negeri Sipil Inpres, dan yang ke (3) yang membuatku merasa sungguh Allah sedang memberi jalan kepadaku adalah bahwa untuk tahun itu dibuka peluang pendaftaran untuk lulusan SLTA sederajat. Artinya, seperti aku lulusan SPG dapat ikut mendaftar, tidak hanya dari SMA itupun harus SMA jurusan IPA-Matematika.

Memilih tiga perguruan tinggi yang semua tidak aku ketahui  
Tanpa pikir panjang, karena sudah di lokasi, akupun dengan Sonhaji mendaftar dan mengambil berkas pendaftaran. Dalam formulir pendaftaran, setiap calon diminta memilih tiga perguruan tinggi. Di sana ada daftar nama perguruan tinggi kesehatan se Indonesia, berikut strata dan lokasi perguruan tingginya. Dari semua perguruan tinggi itu, jujur aku tidak ada satupun mengetahui perguruan tentang apa itu. Pertimbanganku hanya praktis, yaitu kuliah singkat dan lokasinya di Jawa.

Atas pertimbangan praktis itu, aku menjatuhkan pilihan pada (1) Diploma 1 SPAG (Sekolah Pembantu Ahli Gizi) Depkes Pekalongan (2) Diploma 3 APK-TS (Akademi Penilik Kesehatan dan Teknik Sanitasi) Depkes di Surakarta dan (3)  (kalau tidak salah ingat)  Diploma 3 ATROEM  (Akademi Teknik Rontgen dan Elektro Medik) Depkes Semarang. Pada hari yang ditentukan, menyerahkan kembali berkas pendaftaran ke panitia dengan melengkapi persyaratanya.

Lulus diterima di SPAG Depkes Pekalongan
Tiba hari pengumuman, setelah mengikuti serangkaian test masuk, aku kembali datang ke kampus SPAG di Karanganyar. Kampus itu sebenarnya  gedung Workshop Tanaman Pangan dan Gizi milik Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Letaknya sekitar 500 meter dari pasar dan kantor kecamatan Karanganyar, jalur jalan raya Karanganyar-Kajen, sebelah kanan jalan.

Turun dari angkot, aku segera bergegas ke lokasi pengumuman. Memasuki halaman kampus SPAG yang kanan-kirinya banyak ditanam berbagai macam tumbuhan itu, ternyata sudah ramai pengunjung yang akan melihat pengumuman hasil test. Subhanallah, Alhamdulillah, aku dan Sonhaji lulus dan diterima masuk menjadi mahasiswa SPAG Depkes Pekalongan.


Lebih banyak di lapangan
Kuliah satu tahun di SPAG Depkes Pekalongan,  struktur pembelajarannya lebih banyak di lapangan. Karena kuliah klasikal hanya di tiga bulan pertama. Selanjutnya, kuliah lebih banyak di lapangan. Mahasiswa dibuat kelompok-kelompok untuk kemudian diterjunkan di desa binaan. Di Desa binaan, mahasiswa berperan sebagai petugas lapangan untuk melaksanakan program gizi masyarakat. Aku dan kelompokku kebetulan memiliki desa binaan di Desa Limbangan, Kecmatan Karangnyar. 

Kegiatan lapangan di desa Limbangan , meliputi pengumpulan data, analisis dan intervensi program. Kegiatan pendataan dilakukan melalui wawancara menggunakan kuesioner, pada seluruh rumah tangga yang ada di desa. Analisis data dilakukan dengan cara melakukan tabulasi untuk melihat distribusi frekuensi variabel yang diamati. Sedangkan iIntervensi program perbaikan gizi dilakukan bersama dengan seluruh komponen dan kelembagaan masyarakat yang ada di desa. Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam analisis data dan ketersediaan sumber daya lokal di desa, bersama-sama masyarakat, mahasiswa melaksanakan intervensi program.


Semester kedua, kegiatan praktek banyak dilakukan di institusi, seperti Puskesmas Rawat jalan, Puskesmas Rawat Inap dan Rumah Sakit, baik Rumah Sakit tipe D  maupun Tipe  C. Aku dan teman-temanku satu kelompok, menjalani praktek pelayanan gizi di institusi di Rumah Sakit Umum Keraton Pekalongan dan  Rumah Sakit Umum Kabupaten Cilacap.


Akhir program, awal  pemberkasan
Sebagai program pendidikan kedinasan SPAG Depkes Pekalongan, penyelenggaraanya bertujuan untuk memenuhi jumlah petugas gizi Puskesmas seluruh Indonesia. Selain di Pekalongan, kebutuhan tenaga gizi dipenuhi juga oleh SPAG Depkes  lainnya, seperti di Rawamangun-Jakarta dan Kupang. Untuk itu, banyaknya mahasiswa setiap angkatan mencerminkan kebutuhan tenaga gizi pada waktu itu.
Oleh karena itu, seiring dengan selesainya program pendidikan, akupun sudah harus melengkapi berkas-berkas persyaratan pengangkatan sebagai CPNS Depkes RI, untuk selanjutnya diperbantukan di tingkat kabupaten di seluruh Indonesia.

Dari mahasiswa seluruh kelas, kami ditempatkan tiap  kabupaten satu orang. Kebanyakan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun ada beberapa yang di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Sebagai contoh, aku ditempatkan di Kabupaten Kebumen, hanya seorang dari angkatanku. Dan inilah kemudian yang menjadi awal kehidupanku di Kebumen hingga saat ini.


Saturday, October 22, 2016

Di SPG bersiap jadi pendidik

Setelah lulus SMP, memang tidak banyak tahu teman-temanku melanjutkan kemana saja. Aku sendiri mendaftar di SMA Negeri Kajen dan SPG Negeri Pekalongan. Aku sengaja mendaftar di dua tempat, yaitu di sekolah umum dan kejuruan. Hal ini bisa aku lakukan karena memang waktu pendaftaran, seleksi dan pengumumannya berbeda. Sekolah umum waktu pendaftaranya lebih dulu, dibanding kejuruan. Dari hasil pengumuman hasil test, aku lulus dan diterima di SMA Negeri Kajen. Sedangkan untuk pengumuman SPG, dalam daftar pengumuman nomor testku tidak ada alias tidak diterima.

Mendapat panggilan diterima sebagai cadangan
Akupun oleh orangtua disuruh untuk segera melakukan pendaftaran ulang di SMA Negeri Kajen, membayar uang seragam dan mengikuti masa orientasi siswa. Sementara aku baru mau  melangkah memenuhi perintah orang tua, tiba-tiba ada tamu datang ke rumah. Tamu itu rupanya Pak T. Soedibyo, kepala sekolahku di SD Negeri 1 Pakisputih. Ternyata Pak Dibyo, demikian beliau biasa disapa anak-anak, membawa berita bahwa aku diterima cadangan di SPG Negeri Pekalongan.

Tapi mengapa yang datang Pak Dibyo? Pikirku dalam hati. Setelah aku ikut duduk mendampingi Kakakku pertama, yang menerima kedatangan Pak Dibyo, aku baru tahu jawaban pertanyaanku itu.
“Mas Bambang, dik Cokro ini mendapat surat panggilan diterima sebagai cadangan di SPG. Silakan dipertimbangkan. Jika akan  ditindaklanjuti, ini sudah saya bawakan surat panggilan, persyaratan dan jadwal pendaftaran ulangnya. Kebetulan anak saya juga masuk sebagai cadangan. Jika nanti mau mendaftar ulang, nanti bisa bersama-sama anak saya”.  Demikian penjelasan Pak Dibyo kepada Kakakku, Mas Bambang Cahyono.

Mas Bambang menginspirasikan keputusanku
Sepulang Pak Dibyo, aku diajak berdiskusi dengan Mas Bambang, tentang pilihan-pilihan melanjutkan sekolah untukku, antara SMA dan masuk SPG. Meskipun keputusan akhirnya  diserahkan padaku, namun Mas Bambang memberi pandangan-pandangannya terkait prospek kedua sekolah. Sekolah umum, menurut Mas Bambang, memberi dasar-dasar keilmuan umum yang menjadi dasar pengembangan ilmu di perguruan tinggi. Sedangkan di sekolah kejuruan, membekali ketrampilan tertentu sebagai bekal bekerja.

Saat itu aku baru tahu, arah pendidikan umum dan kejuruan, meskipun sebenarnya pandangan kakakku itu belum tentu benar.. Beberapa saat, aku berfikir tentang keduanya. Dan aku memutuskan untuk menyampaikan pandanganku kepada Mas Bambang. Pilihanku pada SPG sebagai pendidikan kejuruan, serta beberapa matapelajaran yang ada, yang sangat aku sukai, seperti: Ilmu-ilmu jiwa sosial, perkembangan, pendidikan dan lain-lain. Mendengar keputusanku, mas Bambang kelihatan sangat setuju.


Menyiapkan jiwa pendidik
Seperti aku pernah memperkirakan, bahwa pendidikan di SPG pastilah sangat ketat, karena para siswanya disiapkan menjadi seorang guru. Tetapi ketika aku sudah mengikuti pembelajaran, ternyata tidaklah semua benar. Yang benar bahwa siswa SPG disiapkan untuk memiliki kematangan untuk menjadi contoh, untuk menjadi idola, dan untuk menjadi guru sekaligus pendidik.

Bertindak sebagai contoh, maka seorang guru harus bertindak benar dan menyukai kebaikan. Bertindak sebagai idola, maka seorang guru harus tambil riang, bersemangat bahkan trendy.  Sedangkan untuk menjadi guru dan pendidik, seorang guru harus pintar dan menginspirasikan, hingga seorang muridnya secara sadar merubah perilakunya menjadi lebih baik. Dengan demikian, jika dikatakan pendidikan di SPG sangatlah ketat, tidaklah benar.

Meraih keutamaan sebagai seorang guru
Bagiku justru belajar di SPG, aku dapat memperoleh nilai kebajikan dan keutamaan dari seorang guru. Bagaimana tidak?  Seorang guru memiliki tugas  yang sangat mulia, yaitu mengajar dan mendidik, membangun pengetahuan  dan akhlak anak didik.

Dalam pandangan Islam, ada keutamaan-keutamaan  bagi seorang guru, Dalam pandangan Islam, ada keutamaan-keutamaan  bagi seorang guru,  Abu Jundulloh Muhammad Faisal menuliskan ada 4 keutamaan, yaitu:
(1) Allah menempatkannya istimewa dan memerintahkan kepada para Aqniya (murid/masyarakat/pemerintah) untuk  memberi perhatian khusus kepada guru, yang dengan kesungguhannya mengajar dan mendidik (Al Qur’an:2:273)  

(2) Allah SWT memberi balasan pahala untuk guru yang mendidik dan mengajarkan kebaikan atau pelajaran yang bermanfaat, sama seperti orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW : “ Barangsiapa yang mengunjukkan/mengajarkan kebaikan, pahalanya sama dengan orang yang melakukan kebaikan itu “. (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud dalam Kitab Faidul Qadir, Juz. 6, Hal. 127, Penulis: Al-Imam Al-Manawy Rahimahullah). 

(3) Allah SWT dan para Malaikat, penghuni langit dan bumi bersholawat (mendo’akan) para pendidik yang mengajarkan kebaikan. Seperti Sabda Rasulullah SAW:
 “ Sesungguhnya Alloh, Malaikat-malaikat-Nya, penghuni langit dan penghuni bumi, hingga semut dalam lubangnya dan ikan dalam lautan, bersholawat (mendo’akan) para pendidik manusia kepada kebaikan “. (Kitab Mukhtarul Hasan Wasshahiih, Penulis: Abdul Baqi’ Shaqar, Hal. 380). 

(4) Para guru dan pendidik senantiasa akan mendapatkan pahala dari Allah sebagai imbalan dari hasil pendidikan dan pembinaannya, meskipun dia sudah meninggal. Seperti sabda Rasulullah SAW: 
“ Sesungguhnya dari antara amal dan kebaikan seorang Mukmin yang tetap dia peroleh pahalanya, walaupun dia sudah wafat, adalah: Ilmu yang diajarkan dan disebarluaskannya; anak yang shaleh yang ditinggalkannya; atau mushaf/pegangan misalkan buku-buku/ al-qur’an/kitab-kitab yang ditinggalkannya; atau masjid yang dibangunnya; atau rumah untuk ibnus sabil yakni anak yatim piatu/panti jompo yang dibangunnya; atau saluran air yang dibuatnya; atau shadaqah yang dikeluarkannya dari harta kekayaannya pada waktu hidupnya (shadaqah jaariyah), itu semua dia akan mendapatkan pahalanya setelah dia wafat “. (HR. Ibnu Majah dan Al-Baihaqy dari Aba Hir dalam Kitab Mukhtarul Hasan Wasshahiih, Penulis: Abdul Baqi’ Shaqar, Hal. 381).


Tetap konsisten mengajar dan mendidik
Meski tidak di jalur keguruan, aku tetap konsisten dalam mengajar dan mendidik. Selepas mengikuti program biasiswa S2 pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK-UGM Yogyakarta 2001, aku memperoleh kesempatan mengajar sebagai dosen tidak tetap di Stikes Muhammadiyah Gombong, sejak 2002 hingga sekarang.  Kepada mahasiswa, aku mengajarkan konsep-konsep biostatistik dan metodologi riset, menulis buku, menjadi pembimbing dan penguji skripsi.


Kebiasaan menyampaikan ilmu yang bermanfaat, tetap aku jaga dan lakukan terus menerus dalam berbagai bentuknya. Harapannya teruslah memperoleh keutamaan-keutamaan  sebagai seorang guru. Sekaligus berharap pahala yang tidak pernah putus, walaupun aku sudah meninggal sekalipun.

Aku adalah angkatan pertama SMP Negeri I Kedungwuni

 Setelah lulus sekolah dasar, pertengahan tahun 1979 aku masuk dan melanjutkan sekolah di SMP Pemda Kedungwuni. Waktu itu, sekolah umum belum banyak dan hanya SMP umum itu yang ada Kecamatan Kedungwuni. Lainnya adalah sekolah-sekolah berbasis agama.  Kalaupun ingin melanjutkan ke SMP Negeri harus ke luar kecamatan. Paling dekat dengan rumah orang tuaku, adalah SMP Negeri Wonopringgo.

Metamorfose dari SMEP
SMP Pemda Kedungwuni, sebenarnya  merupakan metamorfose dari SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Pemda. Sehingga dalam beberapa hal, seperti beberapa matapelajaran khas SMEP masih diberikan pada murid. Pelajaran khas SMEP itu, seperti: Hitung dagang, Pengetahuan hukum dagang dan tata buku.

Tidak hanya beberapa pelajaran khas yang masih ada, namun guru-gurunya pun masih tetap mengajar di SMP Pemda itu. Namun kondisi itu ternyata tidak lama, begitu aku naik dari kelas dua ke kelas tiga, ternyata proses penegrian  SMP selesai. Sehingga sekolahku berubah menjadi Selolah Menengah Pertama Negeri 1 Kedungwuni. Sebagai produk sekolah itu, aku termasuk lulusan pertama SMP Negeri I Kedungwuni, dengan pejabat kepala sekolah Pak Rais Meter Titiksnanta.

Thursday, October 20, 2016

Masa sekolah, tidak selalu indah

Ketika bercerita tentang masa-masa sekolah, bagi sebagian orang adalah masa yang paling indah, seperti yang dilukiskan penyanyi chrisye. Namun tidak yang terjadi denganku. Pengalaman masa-masa sekolahku, lebih tepat sebagai masa perjuangan. Perjuangan untuk lepas dari masalah, ketidakadilan dan lepas dari bayang-bayang ketidakmampuan. Meskipun ada juga sepenggal pengalaman unik dan kadang menggelikan.

Seleksi yang unik masuk SD
Ketika aku mencoba mengingat kenangan paling awal sekolah, maka yang terlintas adalah ketika seleksi masuk SD.  Pada jamanku, aku tidak melewati sekolah TK seperti sekarang. Tetapi begitu usiaku dipandang cukup, aku didaftarkan untuk masuk sekolah. Meskipun banyak juga anak-anak yang didaftarkan, namun tidak semua dapat diterima.

Seleksinya tidak melalui tes tertulis atau tes kecakapan. Seleksinya dengan  tes kemampuan fisik. Anak calon murid baru itu dipanggil satu per satu. Hingga tiba giliranku-berdasarkan urutan duduk. Aku disuruh oleh bapak guru, yang belakangan aku tahu guru itu adalah Pak Ridwan namanya, untuk mengulurkan tangan kananku dan menjangkau daun telinga sebelah kiri, melalui atas kepala. Aku, oleh Pak Ridwan diterima menjadi murid kelas satu, karena ujung jari tangan kananku dapat mencapai daun telinga kiriku, dalam posisi kepala tegak.

SD Induk Kedungwuni
Tersebutlah SD Induk Kedungwuni, terletak di  Jl. Sidodadi 79 Kel. Kedungwuni Timur Kec. Kedungwuni. Konon, adalah sekolah pertama kali berdiri di Kecamatan Kedungwuni, merupakan bangunan peninggalan jaman Belanda. Bangunan yang memiliki ciri khas bangunan Belanda, dapat dilihat dari ukuran tembok yang tebal, tingginya plafond dengan sistem ventilasi di bagian atas pintu hingga mencapai plafond. Lubang ventilasi terbuat dari anyaman kawat baja. Hampir seluruh perabotan, mebelair dan meja-kursi belajar yang menyatu terbuat dari kayu jati. Tanpa pewarna, tapi kelihatan mengkilap ekspos kayunya.

Memiliki bangunan induk ruang kelas memanjang, sering digunakan untuk bermain murid-murid berkejar-kejaran, ketika jam istirahat. Sementara halamanya yang luas ditumbuhi rumput hijau. Di bagian batas luar halaman, ada beberapa pohon anggroong, sejenis pohon saman, yang sangat besar. Pohonya sangat rindang, namun rontok ketika musim kemarau tiba. Selain untuk tempat aku bermain berkelompok, di bawah pohon itu juga sering digunakan untuk berteduh ketika hujan, atau jika panas.

Penunjuk waktu alamiah
Untuk mencapainya, ketika berangkat dan pulang sekolah, aku dan ratusan anak lainnya dengan berjalan kaki, sejauh kira-kira dua kilo meter. SD Induk Kedungwuni digunakan untuk SD Kedungwuni 1 dan SD Kedungwuni 2. SD Kedungwuni 1 masuk pagi, kebanyakan muridnya berasal dari wilayah Kedungwuni Barat. Sedangkan aku, SD Kedungwuni 2  masuk  siang. 

Jam masuknya, aku tidak tahu persis waktunya, karena penggunaan jam dinding masih jarang, mungkin jam 13.00. Saat itu, aku dan kakak-kakak kelas biasanya berkumpul sebelum berangkat. Hingga bayang-bayang atap rumah itu menyentuh pohon belimbing di halaman rumah, maka kamipun berangkat. Kalaupun kami masih bermain atau bercakap, maka orang tua kamipun mengingatkan. Itu kami jadikan penunjuk waktu rutin, setiap hari ketika berangkat sekolah.

Di sekolah Diniyah memperdalam ilmu agama
Pulang sekolah, sekitar habis Ashar, aku mengikuti kegiatan sekolah sore. Sekolah sore atau Diniyah adalah sekolah yang mengajarkan perihal agama Islam. Sekolah ini dikelola oleh kakak-kakak pemuda yang tergabung dalam Remaja masjid dukuh plutungan. Di sekolah Diniyah ini, aku memperoleh pelajaran pendidikan agama Islam, seperti: tarikh (sejarah Islam), tadjwid (hukum bacaan dalam Al Qur'an), fiqih sebagai aturan hidup seorang muslim serta bahasa arab.

Sekolah ini dikelola oleh Takmir masjid secara swadaya. Setiap muridnya tidak ditarik SPP bulanan. Aku dan murid lainnya, beriur secara sukarela setiap minggu sekali. Iuran itu biasa aku menyerahkannya setiap hari kamis sore sebagai "Kamisan". Kamisan ini sekaligus mengingatkan bahwa hari esoknya sekolah libur. Sekolah dan kegiatan apa saja, selain kantor pemerintah, setiap hari Jum'at libur.


Wednesday, October 19, 2016

Masa-masa Sekolah

Riwayat pendidikanku tergolong tidak linear seperti kebanyakan orang. Dalam perkembangannya aku banyak mengalami variasi dalam menempuh jalur pendidikan. Masa sekolahku juga tidak selalu indah. Namun Alhamdulillah, semua itu telah membangun sejarah dan mengantarkan aku hingga saat ini.

Mengenang  masa sekolah dasar dan tradisi sekolah sore
Masa sekolahku aku awali tahun 1973 di SDN Pakisputih hingga tahun 1979. Meskipun pada periode itu, aku juga mengalami mutasi dari SD Induk Kedungwuni II ke SDN Pakisputih. Di bawah kepemimpinan kepala sekolah Bapak Suhadi-seorang figur guru yang luhur budinya, hingga  tanggal 26  April 1979 aku dinyatakan lulus.  

Selain sekolah SD, aku juga mengikuti pendidikan di sekolah sore, seperti halnya teman-temanku. Di sekolah sore itu, aku banyak belajar ilmu agama Islam seperti bahasa arab, tarikh, fiqih dan sedikit mengenal nahwu. Namun itu tidak lama, karena  seusiaku waktu itu, banyak yang tidak serius menekuni sekolah 'diniyah' pada sore hari itu. Sehingga praktis, aku tidak memiliki teman yang satu daerah. Akibatnya akupun memutuskan berhenti sekolah. Walaupun, sedih juga rasanya meninggalkan tradisi yang agamis di sekolah sore.
Sekolah diniyah itu dikelola oleh pemuda masjid, seingatku. Ada ustadz dan ustadzah yang mengajar. Aturan dan sistem belajarnya sangat longgar, namun dengan sistem belajar yang dikemas dalam bentuk nyanyian, permainan serta praktek ibadah, bagiku sangat menyenangkan.

Menyukai pelajaran Bahasa Inggris di SMP
Masa pendidikan lanjutan pertama, aku lalui di SMPN Kedungwuni. Meskipun awal masuk sekolah adalah sekolah menengah ekonomi pertama, namun di pertengahan tahun berubah dan resmi menjadi SMPN Kedungwuni. Dibawah kepemimpinan kepala sekolah Bapak Rais METS, pada tanggal 07 Juni 1982, aku berhasil lulus.

Tidak banyak yang dapat aku ingat pengalaman di SMP. Namun, ada kesan mendalam pada Pak Tasnoto, seorang guru bahasa inggris  yang inspiratif dan kreatif. Senantiasa membuat ilustrasi dalam bentuk lukisan ketika membahas sebuah topik atau menjelaskan sebuah konsep. Sehingga membuatku tertarik dengan bahasa inggris , karena lukisan dan gambar-gambarnya yang cepat di papan tulis.

Di SPG, belajar disiplin untuk menjadi contoh
Setelah lulus SMP, aku melanjutkan  pendidikan ke SPGN Pekalongan.  Di SPGN Pekalongan itu aku banyak melihat hal-hal baru. Terutama dalam pembentukan norma dan tingkah laku, di SPG sangat jadi perhatian. Hal ini mungkin karena siswanya dipersiapkan menjadi seorang guru. Sehingga tingkah lakunya harus menjadi teladan bagi murid-muridnya kelak. Aku masih ingat ketika setiap hari Senin, sesaat setelah upacara bendera, ada beberapa teman yang dicukur paksa rambutnya, karena panjang bagian samping maupun belakangnya sudah menyentuh telinga atau krah baju.   Dibawah kepemimpinan kepala sekolah Bapak Soekastowo, BA, aku lulus dengan hasil yang cukup memadai, pada 30  April  1985.

Pendidikan kedinasan  kesehatan
Lulus SPG, aku melanjutkan pendidikan Diploma I Gizi di SPAG Depkes Pekalongan. Ini adalah pendidikan kedinasan di lingkungan Departemen Kesehatan waktu itu. Hal ini sejalan  program pemerintah memenuhi tenaga gizi masyarakat dalam rangka pelaksanaan Program Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK). Dibawah kepemimpinan Ibu Harmuljanti, MPS,  pada 31 Agustus 1986 aku berhasil lulus. Sejak itulah menjadi awal karierku bekerja  sebagai tenaga kesehatan, dengan penempatan tugas pertama kali di Puskesmas Karangnyar Kabupaten Kebumen tahun 1987.

Melanjutkan Program Administrasi Pembangunan di FISIP-UT 
Setelah beberapa tahun bekerja di Puskesmas Karangnyar, timbul keinginanku untuk melanjutkan pendidikan. Kali ini aku berhitung, ingin mengikuti pendidikan yang tidak meninggalkan pekerjaan. Saat itulah kemudian aku memilih Universitas Terbuka, karena dengan sistem belajarnya memungkinkan aku mengikuti kuliah sambil bekerja. Di UT aku mengambil jurusan Administrasi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.  Saat itu penyelenggaraan belalajarnya dikelola oleh Unit Penyelenggara Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) Purwokerto yang berada di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Dengan sistem belajar Sistem Kredit Semester, akhirnya aku lulus  UT pada  25 September 1996, dengan pejabat rektor Prof. Dr. B. Suprapto.

Mengikuti Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat di FK-UGM Yogyakarta
Setelah kira-kira tiga tahun menyelesaikan pendidikan, Alhamdulillah, pada tahun 1999 aku lulus seleksi mengikuti program biasiswa  pasca sarjana yang diselenggarakan oleh Proyek ICDC pada Kementrian Kesehatan. Program ini aku ikuti selama dua tahun, dengan tugas akhir penulisan thesis berbasis riset di Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo. Hingga pada  tanggal 25 September 2001 aku  berhasil menyelesaikan  minat program Magister Manajemen Pelayanan Kesehatan, Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK-UGM  Yogyakarta, dengan pejabat rektor  Prof. Dr. Mulyadi, APT.