Monday, October 17, 2016

Kembali masuk Dinkes, udaranya tidak sesegar dulu

Setelah hampir  genap lima bulan, sebagai kepala Puskesmas Kebumen III, aku menerima penugasan baru. Aku kembali masuk Dinas Kesehatan. Namun kali ini, aku pindah tugas dengan eselonisasi naik. Teman-temanku mengistilahkan dengan “promosi” sebagai Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan. Salah satu bidang yang melaksanakan program pengendalian penyakit, surveilans dan wabah, serta program kesehatan lingkungan.

Meletakkan dasar manajemen pelayanan Puskesmas
Jika berhitung, rasanya belum lama aku di Puskesmas Kebumen III di Kutosari. Tidak banyak yang sudah aku perbuat. Aku hanya ingat mendampingi rekan-rekan di Puskesmas setiap hari  melalui catatan kecil di buku harian kegiatan mereka. Dari catatan itu, aku bersama petugas yang lain dapat menelusuri sumber daya yang hilang, sarana dan prasarana yang tidak tercatat, proses kerja yang tidak aman, pelayanan yang berbelit serta cara kerja yang tidak manusiawi.

Bersyukur seluruh karyawan saling menyadari dan menerima keadaan, serta bersedia untuk berubah. Kondisi sebelumnya dan sudah puluhan tahun berlangsung, cara-cara bekerja dan melayani gaya lama. Sebagai akibat gaya kepemimpinan yang terlalu longgar, bahkan terkesan “dibiarkan” dan berkembang menurut iramanya sendiri-sendiri. Paling tidak waktu lima bulan, aku telah meletakkan kembali dasar-dasar manajemen pelayanan pada lembaga seperti Puskesmas. Dengan membangun kinerja, melalui pemantauan rencana kerja harian-observasi on the spot-dan evaluasi proses harian dan menindaklanjuti pada forum rapat mingguan, Pojok Sabtu.

Kembalinya si-Anak hilang
Kembali bertugas di lingkungan Dinas Kesehatan, aku merasakan kesegaran atmosphire yang berbeda, dibanding ketika aku keluar meninggalkanya saat bertugas di Puskesmas. Semua rasanya menaruh simpati dan belas kasihan. Bahkan aku sendiri, waktu itu jadi terbawa suasana melankolik.

Di ambang pintu masuk, terasa kaku. Tidak ada aroma kedekatan, pernah menjadi satu keluarga, bahkan aku pernah menjadi si-Anak hilang. Yang kini berharap dapat menjadi tempat berteduh.  Ditengah kebekuan suasana, itu aku berusaha tetap tegar, karena bagiku tempat dimana aku ditempatkan tugasku, aku berusaha menyukainya. Aku berharap, semoga ditempat tugasku itulah aku dapat bermanfaat lebih banyak, sekaligus menjadi tempat beribadah dan media beramal sholeh.

Harus lulus diklat PBJ
Memasukikembali lingkungan dalam Dinas Kesehatan, aku merasa sepi di tengah orang banyak. Merasa seperti si-anak hilang yang tidak diharapkan kembalinya. Awalnya aku sulit mengambil sikap, karena aku sendiri sampai sejauh itu tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi. Hingga suatu saat, aku menerima perintah dari Kepala Dinas untuk mengikuti Diklat Teknis Pengadaan Barang dan Jasa.
“Segera urus persyaratannya, untuk mengikuti diklat tersebut. Jika lulus, segera kembali dan baru memikirkan pekerjaan dan tugas pokok anda. Karena syarat seorang Kabid, harus lulus ujian PBJ Pemerintah”

Akupun pergi, berangkat mengikuti kursus tersebut, bersama dengan teman Kabid yang baru dilantik juga, dr. Widodo Prihantoro. Selama tiga hari, aku di Semarang. Namun berbeda dengan dr. Widodo, aku hanya mengikuti materi ujianya saja, tidak berkesempatan mengikuti bimbingan teknisnya. Hal ini karena bersamaan dengan undangan Rapat Koordinasi Bidang Pengendalian penyakit di Dinas Kesehatan Provinsi yang harus aku ikuti.
Hari ketiganya, di dekat kompleks UNDIP  tembalang-Semarang aku mengikuti ujian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Setelah sepuluh hari berselang, tibalah saatnya  untuk mengecek hasil ujian via situs penyelenggara di internet. Alhamdulillah. Di luar dugaan, aku dan dr. Widodo Prihantoro, lulus dan mendapatkan STTPL.



No comments:

Post a Comment