Wednesday, May 11, 2016

Burung itupun lepas dari sangkarnya

Ini adalah cerita ketika aku menerima penugasan, sebagai tenaga PNS INPRES di Kabupaten Kebumen. Sekitar akhir Nopember 1987. Sebagai konsekuensi logis dari pendidikan crash-program tenaga kesehatan untuk tenaga pembantu ahli gizi. Sebuah program biesiswa  diploma yang dikelola oleh Departemen Kesehatan kala itu.

Ketika menerima ‘surat penempatan kerja’, perasaanku campur aduk. Satu sisi aku senang, karena berarti aku akan memasuki dunia kerja dan bisa mandiri, pikirku. Di sisi lain, berarti aku harus meninggalkan tempat kelahiranku. Ditambah reaksi keluarga, terutama ibuku. Walaupun tidak terungkapkan, aku dapat membaca, ibuku masih berharap lokasi penempatan tugasku itu masih bisa diubah. Tetapi dengan semangatku, aku mencoba menahan kegembiraanku, sambil meyakinkan ibuku, bahwa dimanapun bumi yang kita pijak adalah bumi Allah. Dan Allah akan mencukupkan segala apa yang manusia perlukan. Dan meskipun jauh secara geografis, tetapi dengan kuasa Allah sangatlah mudah untuk mempertemukan kembali aku dengan ibuku. Lambat laun, ibuku berubah pikiran, walaupun masih berat dengan perasaannya. Dengan semangat yang aku sembunyikan, aku berangkat dengan sepenuh keyakinan dengan senantiasa meminta doa restu ibu dan keluargaku. Ibarat burung, aku lepas dari sangkar, memasuki dunia lain.

Bagaimana tidak? Kebumen yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, ternyata sangatlah mengejutkan. Pagi itu, Jum’at Kliwon sekitar jam 09.00 aku pamit berangkat ke Kebumen. Dengan harapan sebelum sholat Jum’at sudah sampai. Setelah mengikuti rute perjalanan bis umum, sambil sesekali bertanya pada penumpang dan sopir bus, akhirnya sampai juga di Kebumen.

Aku turun bis, hari sudah gelap. Aku lihat jam tangan, jam 17.55. Di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten yang aku tuju sudah tutup dan tidak ada penjaga. Saat itu hujanpun turun. Aku yakin hujan itu rahmat. Dan sungguh, belum lama aku berfikir tentang hujan, rahmat Allah datang. Tiba-tiba mataku melihat dalam gelap seorang tukang becak.  Aku menerobos hujan menghampiri seorang tukang becak, di seberang jalan persis di depan kantor. Setelah bercakap secukupnya, akhirnya oleh tukang becak itu aku diantar pada salah seorang karyawan Dinas Kesehatan Kabupaten yang tinggal tidak jauh dari kantor. Dan di keluarga itu, yang belakangan aku ketahui Bapak dan Ibu Sabaryanto inilah aku memulai belajar hidup dan mengetahui banyak hal tentang Kebumen. Semoga kebaikan budi dan amal keluarga ini dapat balasan dari Allah.


No comments:

Post a Comment