Wednesday, May 11, 2016

Budaya Kebumen: sungguh maen

Yang aku tahu, ada perbedaan mendasar antara desa tempat aku dan orang tuaku tinggal, yaitu Pekalongan dengan daerah yang aku menetap sekarang di Kebumen. Perbedaan itu sangat terasa dalam hal sosio-kultural dan orientasi budaya dan nilai hidup. Kedua hal itu bisa aku rasakan sendiri, karena bagaimanapun aku merupakan produk budaya dari orangtua, saudara dan lingkunganku. Perbedaan yang menonjol itu antara lain:

Orientasi nilai budaya. 
Dalam hal orientasi nilai budaya masyarakat, di Pekalongan sangatlah berbeda jauh dengan masyarakat di Kebumen. Dalam pandanganku, masyarakat Pekalongan memiliki orientasi hidup sebagai “kekinian”. Maknanya, menikmati hidup untuk hari ini. Sehingga segala usaha diarahkan untuk membangun hari ini. Hari-harinya penuh makna, dengan sangat  kompetitif. 

Berbeda dengan masyarakat Kebumen. Memandang hidup untuk masa depan.  Sehingga segala usaha diarahkan untuk membangun masa depan. Memaknai hari ini sebagai upaya investatif. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Dari sisi  positif, aku melihat budaya suka menabung dan arisan serta hemat.

Kelas sosial. 
Pekalongan mayoritas terdiri dari kelas buruh dan pedagang.  Dalam kehidupan sosial masyarakat, buruh dan pedagang dikenal sebagai masyarakat yang egaliter, hangat dan solider. Sementara masyarakat di Kebumen, lebih banyak terdiri dari kelas petani dan pegawai. Dalam kehidupan sosial, masyarakat petani kental sekali dengan sistem kekerabatannya, hati-hati dan sangat memegang “unggah-ungguh” dan tata krama, terutama jika bergaul dengan pegawai. Sementara masyarakat pegawai masih ada yang menganut faham premordial.

 Pelayanan sosial.
 Dalam banyak urusan banyak menyukai hal-hal yang njlimet, keteraturan dan mengikuti pola yang sudah baku. Sehingga keterkaitan budaya dan tradisi terhadap kehidupan sehari-hari di Kebumen sangatlah kuat.

 Sistem kekerabatan.
Sistem trah atau garis keturunan masih sangat terjaga. Dalam aplikasinya sistem kekerabatan ini mendorong sukses seseorang untuk menopang keberhasilan saudaranya yang lain

 Jenis makanan dan pola memasak. 
Dalam hal makanan, perbedaan itu dapat dilihat dalam rasa dan teknik penyajian. Aku terbiasa dengan makanan hangat berasa asin-pedas. Kebumen kebanyakan masak makanan sekali untuk sehari, dengan citarasa manis dan bersantan. Pada tahun-tahun pertama, aku mearasa kesulitan beradaptasi dengan makanan lokal. Beruntung ada masakan padang yang memiliki citarasa nasional, mie-bakso atau mie instan sebagai pilihan berikutnya.

Bahasa dan gaya bercakap.
Bahasa Kebumen memiliki banyak istilah-istilah lokal.Bahasa atau logat kebumen memiliki ciri khas  nada tinggi dan cenderung pendek pengucapannya dengan intonasi kuat di akhir kalimat. Mendengar gaya bercakap yang asing itu, bagiku terkesan seperti orang sedang bertengkar. Namun ternyata tidak demikian, apalagi jika diakhiri istilah-istilah lokalnya menunjukkan keakraban. Logat bahasa ini sering juga disebut sebagai ngapak.

Menghadapi perbedaan-perbedaan itu, awalnya aku merasa sendirian di tengah keramaian. Namun aku harus belajar menyesuaiakan diri dan mencoba menikmatinya. Inilah pengalaman perjalanan melintas budaya.


No comments:

Post a Comment