Ketika pada 9 September 2015, Gubernur Jawa Tengah,
H. Ganjar Pranowo, meresmikan Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan
Kemiskinan (UPT-P2K) Kabupaten Kebumen. Sejak saat itu aku mendapat tugas tambahan melayani kaum dzu’afa di
kebumen.
Tugas ex- officio
UPT-P2K
Kabupaten Kebumen sejatinya merupakan implementasi dari sekretariat harian
TKP2KD (Tim Kooedinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Daerah). UPT ini merupakan unit yang
khusus menangani dan merumuskan berbagai kebijakan penanggulangan kemiskinan
Daerah sebagai amanat Peraturan Daerah Kabupaten Kebumen No. 20 tahun 2008
tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan di Kebumen.
Mengapa aku bisa menempati tugas itu? Mungkin karena faktor
jabatan ex-officio. Jabatan ex-officio, artinya kira-kira adalah jabatan seseorang pada lembaga tertentu karena tugas dan
kewenangannya pada lembaga lain. Jelasnya, begini. Dalam struktur TKP2KD,
bertindak sebagai ketua adalah Wakil Bupati, dan yang bertindak sebagai wakil
adalah Sekretaris Daerah. Bertindak sebagai sekretaris adalah Kepala Bappeda.
Sedangkan Kepala Sekretariat harian
TKP2KD, dijabat oleh sekretaris Bappeda. Dengan demikian, sekarang menjadi jelaslah kalau keberadaanku di
UPTP2K itu karena jabatan ex-officio itu. Sekretaris Bappeda bertindak sebagai
kepala sekretariat harian TKP2KD yang berbentuk UPT-P2K.
Bekerja sekaligus ibadah
Ketika menerima penugasan rangkap bekerja di UPTP2K ,
melayani warga miskin, respon dari 12 orang tentulah tidak sama. Bagiku, aku
melihatnya sebagai konsekuensi logis dari pekerjaanku itu sendiri. Tugas
apapun, aku terbiasa untuk menekuninya. Aku ingat pesan dalam sebuah hadits,
bahwa dengan bekerja dapat menjadi ibadah. Meskipun tidak semua pekerjaan
mengandung nilai ibadah.
Lantas bagaimana, agar bekerja kita mempunyai nilai ibadah? Tentunya dalam agama Islam mengatur batasan-batasan, meletakkan prinsip-prinsip
dan menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga oleh seorang muslim, agar kemudian
aktifitas bekerjanya benar-benar dipandang oleh Allah sebagai kegiatan ibadah
yang memberi keuntungan berlipat di dunia dan di akhirat. Batasan itu,
bahwa: (1) pekerjaan itu harus halal dan baik (2) melaksanakan pekerjaan itu secara
profesional
dan penuh tanggungjawab (3) ikhlas dalam bekerja, yaitu meniatkan
aktifitas bekerjanya tersebut untuk mencari ridho Allah dan beribadah
kepada-Nya (4) tidak melalaikan kewajiban kepada Allah
Peduli dan
melayani
Ketika aku
menulis kisah ini, UPTP2K baru saja memperingati ulang tahunnya yang pertama,
09 September 2016. Meskipun usianya baru genap satu tahun, insyaallah
manfaatnya sudah banyak dirasakan oleh ratusan bahkan ribuan warga miskin,
dalam memperjuangkan hak-haknya memperoleh bantuan.
Bagaimana
tidak? Di awal berdirinya UPTP2K, awal 2016, banyak warga miskin banyak yang
tambah menderita. Mengapa? Pasalnya, kartu Jamkesmas yang selama ini biasa digunakan
untuk berobat dan mendapat layanan gratis, tiba-tiba tidak dapat digunakan
alias non-aktif.
Terus apa
yang dapat diperbuat, dari data tersebut? Dari hasil rapat stakeholders, selanjutnya UPTP2K diserahi tugas. Tugasnya adalah
melakukan pengecekan terhadap data 16 ribu lebih yang dinyatakan sudah tidak miskin tersebut,
berdasarkan basis data kemiskinan yang dimiliki UPTP2K. Alhasil, dari data
Kemensos tersebut, setelah aku dan teman-temanku, ada Mas Agus dan Mbak Dyar
melakukan rekonsiliasi, ternyata masih
menyisakan 1.400 orang lebih dengan status miskin yang kartu Jamkesmas-nya
non-aktif!
Dari sejumlah
1.400 orang hasil rekonsiliasi tersebut, selanjutnya oleh Pemerintah Kabupaten
Kebumen menjadi prioritas pertama untuk diaktifkan kembali. Memangnya bisa?
Bisa, dengan mendaftarkan ulang ke BPJS Kesehatan dengan pemberian iuran (premi)
yang dibayarkan dari dana APBD Kabupaten Kebumen.
No comments:
Post a Comment