Ketika bercerita tentang
masa-masa sekolah, bagi sebagian orang adalah masa yang paling indah, seperti
yang dilukiskan penyanyi chrisye.
Namun tidak yang terjadi denganku. Pengalaman masa-masa sekolahku, lebih tepat
sebagai masa perjuangan. Perjuangan untuk lepas dari masalah, ketidakadilan dan
lepas dari bayang-bayang ketidakmampuan. Meskipun ada juga sepenggal pengalaman unik dan kadang menggelikan.
Seleksi yang unik masuk SD
Ketika aku mencoba mengingat
kenangan paling awal sekolah, maka yang terlintas adalah ketika seleksi masuk
SD. Pada jamanku, aku tidak melewati
sekolah TK seperti sekarang. Tetapi begitu usiaku dipandang cukup, aku
didaftarkan untuk masuk sekolah. Meskipun banyak juga anak-anak yang
didaftarkan, namun tidak semua dapat diterima.
Seleksinya tidak melalui tes
tertulis atau tes kecakapan. Seleksinya dengan
tes kemampuan fisik. Anak calon murid baru itu dipanggil satu per satu.
Hingga tiba giliranku-berdasarkan urutan duduk. Aku disuruh oleh bapak guru,
yang belakangan aku tahu guru itu adalah Pak Ridwan namanya, untuk mengulurkan
tangan kananku dan menjangkau daun telinga sebelah kiri, melalui atas kepala.
Aku, oleh Pak Ridwan diterima menjadi murid kelas satu, karena ujung jari
tangan kananku dapat mencapai daun telinga kiriku, dalam posisi kepala tegak.
SD Induk Kedungwuni
Tersebutlah
SD Induk Kedungwuni, terletak di Jl. Sidodadi 79 Kel. Kedungwuni Timur Kec.
Kedungwuni. Konon, adalah sekolah pertama kali berdiri di Kecamatan Kedungwuni,
merupakan bangunan peninggalan jaman Belanda. Bangunan yang memiliki ciri khas
bangunan Belanda, dapat dilihat dari ukuran tembok yang tebal, tingginya
plafond dengan sistem ventilasi di bagian atas pintu hingga mencapai plafond. Lubang
ventilasi terbuat dari anyaman kawat baja. Hampir seluruh perabotan, mebelair
dan meja-kursi belajar yang menyatu terbuat dari kayu jati. Tanpa pewarna, tapi
kelihatan mengkilap ekspos kayunya.
Memiliki bangunan induk ruang kelas
memanjang, sering digunakan untuk bermain murid-murid berkejar-kejaran, ketika
jam istirahat. Sementara halamanya yang luas ditumbuhi rumput hijau. Di bagian batas
luar halaman, ada beberapa pohon anggroong, sejenis pohon saman, yang sangat
besar. Pohonya sangat rindang, namun rontok ketika musim kemarau tiba. Selain
untuk tempat aku bermain berkelompok, di bawah pohon itu juga sering digunakan
untuk berteduh ketika hujan, atau jika panas.
Penunjuk waktu alamiah
Untuk mencapainya, ketika berangkat dan pulang sekolah, aku dan ratusan anak lainnya dengan berjalan kaki, sejauh kira-kira dua kilo meter. SD Induk Kedungwuni digunakan untuk SD Kedungwuni 1 dan SD Kedungwuni 2. SD Kedungwuni 1 masuk pagi, kebanyakan muridnya berasal dari wilayah Kedungwuni Barat. Sedangkan aku, SD Kedungwuni 2 masuk siang.
Jam masuknya, aku tidak tahu persis waktunya, karena penggunaan jam dinding masih jarang, mungkin jam 13.00. Saat itu, aku dan kakak-kakak kelas biasanya berkumpul sebelum berangkat. Hingga bayang-bayang atap rumah itu menyentuh pohon belimbing di halaman rumah, maka kamipun berangkat. Kalaupun kami masih bermain atau bercakap, maka orang tua kamipun mengingatkan. Itu kami jadikan penunjuk waktu rutin, setiap hari ketika berangkat sekolah.
Di sekolah Diniyah memperdalam ilmu agama
Pulang sekolah, sekitar habis Ashar, aku mengikuti kegiatan sekolah sore. Sekolah sore atau Diniyah adalah sekolah yang mengajarkan perihal agama Islam. Sekolah ini dikelola oleh kakak-kakak pemuda yang tergabung dalam Remaja masjid dukuh plutungan. Di sekolah Diniyah ini, aku memperoleh pelajaran pendidikan agama Islam, seperti: tarikh (sejarah Islam), tadjwid (hukum bacaan dalam Al Qur'an), fiqih sebagai aturan hidup seorang muslim serta bahasa arab.
Sekolah ini dikelola oleh Takmir masjid secara swadaya. Setiap muridnya tidak ditarik SPP bulanan. Aku dan murid lainnya, beriur secara sukarela setiap minggu sekali. Iuran itu biasa aku menyerahkannya setiap hari kamis sore sebagai "Kamisan". Kamisan ini sekaligus mengingatkan bahwa hari esoknya sekolah libur. Sekolah dan kegiatan apa saja, selain kantor pemerintah, setiap hari Jum'at libur.
Untuk mencapainya, ketika berangkat dan pulang sekolah, aku dan ratusan anak lainnya dengan berjalan kaki, sejauh kira-kira dua kilo meter. SD Induk Kedungwuni digunakan untuk SD Kedungwuni 1 dan SD Kedungwuni 2. SD Kedungwuni 1 masuk pagi, kebanyakan muridnya berasal dari wilayah Kedungwuni Barat. Sedangkan aku, SD Kedungwuni 2 masuk siang.
Jam masuknya, aku tidak tahu persis waktunya, karena penggunaan jam dinding masih jarang, mungkin jam 13.00. Saat itu, aku dan kakak-kakak kelas biasanya berkumpul sebelum berangkat. Hingga bayang-bayang atap rumah itu menyentuh pohon belimbing di halaman rumah, maka kamipun berangkat. Kalaupun kami masih bermain atau bercakap, maka orang tua kamipun mengingatkan. Itu kami jadikan penunjuk waktu rutin, setiap hari ketika berangkat sekolah.
Di sekolah Diniyah memperdalam ilmu agama
Pulang sekolah, sekitar habis Ashar, aku mengikuti kegiatan sekolah sore. Sekolah sore atau Diniyah adalah sekolah yang mengajarkan perihal agama Islam. Sekolah ini dikelola oleh kakak-kakak pemuda yang tergabung dalam Remaja masjid dukuh plutungan. Di sekolah Diniyah ini, aku memperoleh pelajaran pendidikan agama Islam, seperti: tarikh (sejarah Islam), tadjwid (hukum bacaan dalam Al Qur'an), fiqih sebagai aturan hidup seorang muslim serta bahasa arab.
Sekolah ini dikelola oleh Takmir masjid secara swadaya. Setiap muridnya tidak ditarik SPP bulanan. Aku dan murid lainnya, beriur secara sukarela setiap minggu sekali. Iuran itu biasa aku menyerahkannya setiap hari kamis sore sebagai "Kamisan". Kamisan ini sekaligus mengingatkan bahwa hari esoknya sekolah libur. Sekolah dan kegiatan apa saja, selain kantor pemerintah, setiap hari Jum'at libur.
No comments:
Post a Comment