Setelah hampir genap lima bulan, sebagai kepala Puskesmas
Kebumen III, aku menerima penugasan baru. Aku kembali masuk Dinas Kesehatan.
Namun kali ini, aku pindah tugas dengan eselonisasi naik. Teman-temanku
mengistilahkan dengan “promosi” sebagai Kepala Bidang Pengendalian Masalah
Kesehatan. Salah satu bidang yang melaksanakan program pengendalian penyakit,
surveilans dan wabah, serta program kesehatan lingkungan.
Meletakkan dasar manajemen pelayanan Puskesmas
Jika berhitung, rasanya belum
lama aku di Puskesmas Kebumen III di Kutosari. Tidak banyak yang sudah aku
perbuat. Aku hanya ingat mendampingi rekan-rekan di Puskesmas setiap hari melalui catatan kecil di buku harian kegiatan
mereka. Dari catatan itu, aku bersama petugas yang lain dapat menelusuri sumber
daya yang hilang, sarana dan prasarana yang tidak tercatat, proses kerja yang
tidak aman, pelayanan yang berbelit serta cara kerja yang tidak manusiawi.
Bersyukur
seluruh karyawan saling menyadari dan menerima keadaan, serta bersedia untuk
berubah. Kondisi sebelumnya dan sudah puluhan tahun berlangsung, cara-cara
bekerja dan melayani gaya lama. Sebagai akibat gaya kepemimpinan yang terlalu
longgar, bahkan terkesan “dibiarkan” dan berkembang menurut iramanya
sendiri-sendiri. Paling tidak waktu lima bulan, aku telah meletakkan kembali
dasar-dasar manajemen pelayanan pada lembaga seperti Puskesmas. Dengan
membangun kinerja, melalui pemantauan rencana
kerja harian-observasi on the spot-dan evaluasi proses harian dan
menindaklanjuti pada forum rapat mingguan, Pojok Sabtu.
Kembalinya si-Anak hilang
Kembali bertugas di lingkungan
Dinas Kesehatan, aku merasakan kesegaran atmosphire
yang berbeda, dibanding ketika aku keluar meninggalkanya saat bertugas di
Puskesmas. Semua rasanya menaruh simpati dan belas kasihan. Bahkan aku sendiri,
waktu itu jadi terbawa suasana melankolik.
Di ambang pintu masuk, terasa kaku. Tidak ada aroma kedekatan, pernah menjadi satu keluarga, bahkan aku pernah menjadi si-Anak hilang. Yang kini berharap dapat menjadi tempat berteduh. Ditengah kebekuan suasana, itu aku berusaha tetap tegar, karena bagiku tempat dimana aku ditempatkan tugasku, aku berusaha menyukainya. Aku berharap, semoga ditempat tugasku itulah aku dapat bermanfaat lebih banyak, sekaligus menjadi tempat beribadah dan media beramal sholeh.
Harus lulus diklat PBJ
Memasukikembali lingkungan dalam
Dinas Kesehatan, aku merasa sepi di tengah orang banyak. Merasa seperti si-anak
hilang yang tidak diharapkan kembalinya. Awalnya aku sulit mengambil sikap,
karena aku sendiri sampai sejauh itu tidak tahu apa yang sebenarnya telah
terjadi. Hingga suatu saat, aku menerima perintah dari Kepala Dinas untuk
mengikuti Diklat Teknis Pengadaan Barang dan Jasa.
“Segera urus persyaratannya,
untuk mengikuti diklat tersebut. Jika lulus, segera kembali dan baru memikirkan
pekerjaan dan tugas pokok anda. Karena syarat seorang Kabid, harus lulus ujian
PBJ Pemerintah”
Akupun pergi, berangkat mengikuti
kursus tersebut, bersama dengan teman Kabid yang baru dilantik juga, dr. Widodo
Prihantoro. Selama tiga hari, aku di Semarang. Namun berbeda dengan dr. Widodo, aku hanya mengikuti materi ujianya saja, tidak berkesempatan mengikuti bimbingan teknisnya. Hal ini karena bersamaan dengan undangan Rapat Koordinasi Bidang Pengendalian penyakit di Dinas Kesehatan Provinsi yang harus aku ikuti.
Hari ketiganya, di dekat kompleks UNDIP tembalang-Semarang aku mengikuti ujian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Setelah sepuluh hari berselang, tibalah saatnya untuk mengecek hasil ujian via situs penyelenggara di internet. Alhamdulillah. Di luar dugaan, aku dan dr. Widodo Prihantoro, lulus dan mendapatkan STTPL.
Hari ketiganya, di dekat kompleks UNDIP tembalang-Semarang aku mengikuti ujian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Setelah sepuluh hari berselang, tibalah saatnya untuk mengecek hasil ujian via situs penyelenggara di internet. Alhamdulillah. Di luar dugaan, aku dan dr. Widodo Prihantoro, lulus dan mendapatkan STTPL.
No comments:
Post a Comment