Monday, October 24, 2016

Belajar di UT banyak menariknya

Setelah  hampir lima tahun bekerja di Puskesmas, ada keinginan untuk melanjutkan sekolah atau kuliah lagi. Namun jika mengikuti jalur tugas belajar, selain kesempatannya terbatas, juga harus meninggalkan tugas.  Aku berfikir, apakah ada sistem kuliah yang fleksibel dan tidak meninggalkan pekerjaan?

Menerima tantangan 
Ketika  ke Dinkes Kabupaten, aku bertemu dengan kakak senior  SPAG Pekalongan angkatan pertama, Mas Azis. Ketika aku menyampaikan apakah ada sistem kuliah yang fleksibel dan tidak meninggalkan pekerjaan? Spontan, Mas Azis, berseru kepadaku: “Ada dik, Universitas Terbuka (UT). 

Sistem belajar fleksibel
Di UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka. Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak (audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi). Makna terbuka adalah tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan frekuensi mengikuti ujian. 

Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa UT harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang sederajat)” Manggut-manggut aku mendengarka penjelasannya. “Bagaimana prosedurnya?” tanyaku lagi.
“Tenang, kalau dik Cokro serius, aku punya buku panduan lengkapnya, dan beberapa modulnya bisa sekalian dipakai. Kalau ya, kapan ke rumah kost-ku, di Klirong, buku-bukunya bisa dibawa”.

Mudahnya melakukan registrasi awal dan pendaftaran ujian
Akhirnya tanpa menyia-nyiakan kesempatan, segera aku mengambil buku panduan dan beberapa modul UT. Rupanya Mas Azis sudah mendaftar dan melakukan registrasi, namun tidak berminat meneruskannya. Setelah aku baca dan cermati mekanismenya, kemudian aku segera ke kantor Pos untuk membeli berkas “Registrasi Pertama” UT, mengisi formulir dan menyerahkannya kembali ke Kantor Pos. Sejak saat itu, aku tercatat dan memiliki kartu mahasiswa UT. Begitu simpel. 

Apalagi jika ada jaringan internet. Semuanya dapat dilakukan dengan mudahnya, sejak dari pendaftaran pertama, pendaftaran ulang, pendaftaran ujian, mengirim berkas ujian, menerima hasil ujian dapat dilakukan di rumah. Bisa sambil kerja, melayani pelanggan atau mendengarkan musik atau ceramah agama.

Modul yang hebat dan berkualitas
Jika ditanya mengapa aku mengambil jurusan Administrasi Pembangunan, maka paling tidak ada dua alasan yang mendorongku. Pertama, menyesuaikan tugasku sebagai pegawai negeri dan sebagai pelaksana program pembangunan, aku merasa perlu memilih jurusan Administrasi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ini. Kedua, dari deskripsi matakuliahnya, aku menemukan banyak matakuliah favorit yang aku suka disini. Sebut saja misalnya matakuliah Pendidikan Agama Islam, Kebijakan Publik, Sistem Administrasi Pemerintahan, Administrasi Pembangunan, Perencanaan Pembangunan dan Pengawasan Pembangunan  adalah  sederet matakuliah favorit, yang aku sangat senang membaca berulang-ulang  dan mempelajari modulnya. Selain lay-out modul, menurutku materi ditulis oleh  penyusun  modul yang hebat. Aku tahu perpustakaan perguruan tinggi di Jogja juga mengoleksi modul-modul UT.


Beli modul bisa patungan
Meskipun belakangan aku ketahui yang mengambil jurusan itu, tidak banyak. Jurusan yang banyak diambil  menjadi pilihan mahasiswa adalah administrasi negara. Aku tidak tahu alasan mengambil jurusan itu, karena mereka sendiri tidak tahu persisnya. “Saya sendiri tidak tahu mas, yang jelas teman-teman kantor pada ambil Adne (Administrasi Negara-Red). Jadi saya ikut saja, biar ketika butuh modul, mudah meminjamnya. Bahkan kami juga patungan beli modulnya” Demikian teman saya memberi penjelasan. Barangkali faktor inilah juga, daya tarik kuliah di UT.

UKT sering jadi momok, namun ada trik mengatasinya
Pengalaman mengikuti  Ujian Komprehensif vTertulis (UKT), materi ujiannya menuntut mahasiswa mampu  menyelesaikan persoalan, menjawab masalah melalui  pemahaman antar teori antar konsep. Soalnya berbentuk essay, dengan pertnyaan dan pernyataan yang open-ended.

Memang, UKT bagi sebagain mahasiswa merupakan momok yang menakutkan. Jika melihat pengalaman, banyak yang mengulang, bahkan mengulang berkali-kali. Namun, menurut pengamatanku, materi UKT berisi tentang masalah-masalah yang sedang  aktual dan menjadi trending topic selama 6-12 bulan yang lalu. Untuk mengantisipasi itu, aku membuat kliping koran menurut tema masalah, dari berbagai koran. Disamping itu, aku mencoba menganilisisnya atau mencari hubungan atas tema-tema itu dengan teori-teori yang ada.

Selain hal-hal di atas, ada aspek  lain yang ikut menjadi kunci keberhasilan UKT adalah teknik menulis atau seni menyampaikan gagasan. Jenis ujian essay, sangat diperlukan teknik menulis yang memadai. Seringkali struktur kalimat, pemilihan kata, diksi dan gaya bahasa sangat mendukung bagi kejelasan konsep. Banyak orang pandai menulis, tetapi tidak banyak orang yang mampu menulis dan enak dibaca.

Happy Ending:  dapat Ijazah sekaligus ijabsah
Inilah salah satu yang menarik belajar di UT, waktu pendaftaran dan  penyelesaian pendidikan yang fleksibel.  Seperti apa? Setelah beberapa semester, aku terhitung santai dalam menyelesaikan beban SKS tiap semesternya, akhirnya aku harus mempercepat.
Karena dalam-tahun-tahun itu aku memiliki agenda penting, yaitu menikah dan wisuda. Maka dengan upaya keras, aku berusaha menyelesaikan beban SKS matakuliah dan mengikuti ujian komprehensif tertulis. 

Ujian Komprehensif Tertulis (UKT) adalah ujian akhir program yang harus aku jalani,  setelah menyelesaikan  beban minimal SKS matakuliah. Alhamdulillah, aku lulus UKT dengan nilai yang tidak terlalu jelek. Dan berkesempatan mengikuti wisuda. Meskipun waktu pelaksanaan wisudaku di kampus UT Pusat di Pondok Cabe, Jakarta Selatan, sangat fenomenal. Bagaimana tidak?  Karena waktu wisuda dilangsungkan sehari setelah waktu akad dan resepsi pernikahan. Sore itu aku melaksanakan pernikahan di Kebumen, paginya, tanggal 12 Nopember 1996 jam 09.00 WIB aku mengikuti wisuda sarjana UT. Sehingga untuk administrasi pendaftaran peserta dan gladi bersih, aku dibantu Pak Arifin Subekti, teman kantor di Dinas Kesehatan yang sudah memiliki pengalaman di Jakarta.
Untuk keperluan wisuda, aku berangkat  beberapa waktu setelah acara resepsi pernikahan selesai. Dengan do’a restu isteri, orangtua, mertua dan kerabat, Aku berangkat ke Jakarta ditemani kakakku, Mas Bambang, berangkat ke Jakarta menggunakan jasa kereta api dari stasiun Karanganyar-Kebumen.


No comments:

Post a Comment