Ketrampilan menulis bagi sebagian orang, dianggap tidak menarik. Begitu juga aku menganggapnya, sebelum aku membaca buku yang berjudul "Kreatif Mengarang" karya A. Widyamartaya, terbitan Kanisius-Yogyakarta. Tahun terbitnya, aku lupa tahun berapa. Buku itu awalnya aku menemukannya di Perpustakaan sekolah di SPG Negeri Pekalongan, sekitar tahun 1985.
Mengenal dunia menulis
Saat itulah, aku baru mengetahui bahwa kemampuan menulis itu bukan bakat lahir, tetapi dapat dipelajari. Seseorang yang ingin dapat mahir mengarang atau menulis, haruslah rajin berlatih dengan bersungguh-sungguh. Karena tanpa keinginan kuat, seorang yang berkeinginan menjadi seorang pengarang atau penulis, pastilah tidak akan kesampaian. Sehingga kita bisa melihat banyak contoh, orang yang merasa gagal menulis, gagal mengarang, gagal menerbitkan buku dan seterusnya. Ini masalahnya karena seseorang tidak memiliki keingainan kuat untuk menulis.
Dengan keinginan kuat, seseorang akan giat dan banyak berlatih untuk menulis. Dengan banyak menulis, akan memacu daya imajinasi dan ide pokok tulisan., melatih ketrampilan memilih kata yang tepat, menyusun kalimat yang efektif, hingga menyusun paragraf yang dinamis dan saling berkesinambungan. Karena pada dasarnya sebuah tulisan itu tersusun oleh paragraf-paragraf. Sedangkan paragraf yang dinamis tersusun oleh minimal dua kalimat efektif. Dalam format bahasa Indonesia, kalimat akan efektif minimal mengandung unsur subyek dan predikat, atau subyek dan obyek, atau subyek dan kata keterangan.
Mengetahui beda menulis dan mengarang
Sepintas antara kegiatan menulis dan mengarang itu hampir sama, karena dua-duanya melalui proses kegiatan menulis dan menghasilkan sebuah karya tulis. Namun ternyata, keduanya memilikiciri-ciri yang berbeda terutama dalam proses menciptakan karya tulis. Dalam hal mengarang, seorang penulis mengandalkan kemampuan pribadinya, dalam hal mengambil ide dan tema karangan. Mengarang merupakan proses kreatif seseorang yang sangat tergantung dari imajinasinya. Sehingga hasil karya tulis pengarang sangatlah subyektif, tergantung kemampuan penulis menggali emosi-emosi pembacanya.
Berbeda dengan aktivitas menulis. Seorang penulis dalam menghasilkan karya tulis, sangat memerlukan konsep-konsep logis yang diperolehnya dari proses membaca dan atau proses 'melakukan penelitian' terhadap fenomena yang ada di lingkungan sekitar. Karena sebuah tulisan merupakan serangkaian penjelasan logis atas suatu kejadian menuju kebenaran. Sehingga seorang penulis yang berhasil, bukan dari panjangnya tulisan atau kemampuan menampilkan peran tokoh-tokoh utama dalam suatu peristiwa. Sebuah karya tulis yang berhasil ditentukan dari kedalaman analisisnya!
Mulailah dari ide pokok yang ditulis dalam kalimat lengkap
Awal mula sebuah tulisan atau cerita, adalah adanya ide pokok yang ditulis dalam kalimat lengkap. Ide pokok inilah yang mengikaat keseluruhan paragraf menjadi satu kesatuan tulisan yang koheren.
Bagaimana memulainya? Ide pokok merupakan sikap atau pandangan seorang penulis terhadap tema atau suatu pokok permasalahan. Dari sinilah kemudian penulis menguraikannya ke dalam sub-sub tema dalam paragraf-paragraf.
Di dalam pragaraf, penjelasan ide pokok itu disusun ke dalam kalimat utama dan kalimat kalimat penjelas dan menguraikanya menjadi informasi yang lebih detil.
Jangan lupa membuat out-line, untuk memet akan pokok pikiran penjelas
Agar paragraf-paragraf itu tidak lepas dari ide pokoknya, ada baiknya penulis menyarankan membuat out-line, atau kerangka karangan. Outline bisa juga berbentuk seperti daftar isi dalam sebuah buku.
Selain untuk menjaga kesinambungan dengan ide pokok, out-line yang kita buat juga bermanfaat untuk memetakan ide pokok tersebut ke dalam pokok-pokok pikiran secara lengkap, menyeluruh, sehingga dapat menjelaskan seluruh aspeknya.
Teknik mengembangkan paragraf
Di bagian akhir buku ini, diberikan beberapa teknik mengembangkan paragraf. Beberapa teknikyang masih aku ingat dan sering aku gunakan dalam menulis adalah teknik kronologis urutan waktu, urutan proses, teknik kontras dulu-sekarang, sebelum-sesudah.
Dalam menulis, aku juga sering menggunakan teknik D-A-M-K. Yaitu dengan mulai menulis "Duduk perkara" yang menjadi masalah utama. Kemudian dengan meng-Analisa-nya, dengan teknik-teknik di atas atau dengan teknik yang tidak kalah populernya adalah dengan menjawab rumus 5W+1H. Bagian selanjutnya, kita dapat menyajikan "Misal" atau contoh atau data penjelas. Dan dibagian akhir paragraf adalah memberikan "Kesimpulan". Dengan demikian, masing-masing paragraf dapat tampil dinamis, berdiri menjadi satu kesatuan ide pokok tulisan.
Wednesday, December 21, 2016
Monday, December 19, 2016
Teknik mengembangkan tulisan dengan menambahkan bumbu rahasia ala Anang YB
Menulis
ternyata butuh sentuhan khusus atau resep rahasia, agar tulisan menjadi lebih
menarik, mengalir dan tidak kaku. Itulah tujuan Anang YB menulis “Guru writing berdiri,
murid writing berlari. Buku yang tidak terlalu tebal itu, memuat tips-tips mengembangkan tulisan. Hingga akhirnya tulisan
kita menjadi lebih ber-energi!
Kata seru
Resep
pertama yang disarankan adalah dengan
menyisipkan kata seru. Menambahkan kata seru dalam tulisan akan membuat kalimat
tidak monoton. Kata seru dapat memberi tone
tertentu pada kalimat, sehingga tulisan
menjadi lebih hidup. Karena dalam paragrafnya menjadi ada dialog, membuat
tulisan enak dibaca dan tidak menjemukan. Pembaca sesekali “dikagetkan” dengan
kata seru, hingga membuat pembaca senantiasa terjaga menikmati tulisan kita. Anang
YB mengingatkan perlunya menyisipkan kata seru, meskipun kata seru tersebut
bukan dalam kalimat langsung.
Dialek
Selain kata
seru, bumbu rahasia mengembangkan cerita atau tulisan adalah dengan memberinya
dialek. Dialek adalah ungkapan-ungkapan
khusus yang bersifat lokal atau kedaerahan. Unsur dialek di dalam cerita atau
kalimat akan membuat cerita lebih berkembang. Mengapa begitu? Dengan dialek dan
istilah lokal itu, dapat bikin pembaca geregetan, karena secara tiba-tiba kita
diajak “pergi jauh” ke suatu tempat atau komunitas tertentu. Selain itu, dengan
menambahkan dialek, dapat menghadirkan citarasa “lokal” tertentu.
Kata pengganti
Menggunakan
kata pengganti merupakan sentuhan
rahasia Anang untuk menghindari perasaan pembaca cepat bosan. Dengan
menggunakan kata pengganti, seorang penulis dapat menghadirkan tokohnya, atau
membahas subyek dengan berbagai “penampilan” dan variatif.
Bergaya sinetron
Ini dia
resep rahasia Anang YB yang heboh, menurutku. Yaitu teknik membuat cerita atau
tulisan kita benar-benar seperti hidup! Yaitu dengan membuatnya seperti
sinetron. Seperti dalam sinetron, obyek atau subyek dalam cerita atau tulisan digambarkan
tampak benar-benar nyata. Mata pembaca dimanjakan, kenyataan disajikan di depan
mata secara detil. Kelezatan dan citarasa dilukiskan secara sempurna, hingga
pembaca menelan ludah! Teknik ini seperti diingatkan Anang, terutama untuk
mendiskripsikan secara detil sebuah kata sifat.
Bergaya Curhat
Menurutku
tips rahasia bergaya curhat ini adalah tips yang paling masuk aka. Mengapa
demikian? Rata-rata orang sangatlah pandai untuk bercakap-cakap, dibanding
ketika seseorang diminta untuk menulis. Dengan gaya curhat, memungkinkan
seorang penulis menyampaikan pesan dalam tulisannya secara santai, tidak terburu-buru,
namun mendalam. Kita dapat menggambarkan obyek dan suasana hati secara tulus
dan jujur.
Buku seru!
Buku tulisan Anang YB ini telah menjadi baku bacaan favoritku. Meski sudah membacanya, aku masih suka membukanya berulang
kali. Meskipun buku ini tergolong bacaan
yang sudah tidak baru lagi, namun bagiku sangat inspiratif. Dapat menjadi sumber “vitamin” dan menggairahkan aktivitas menulis.
Wednesday, November 30, 2016
Meningkatkan minat guru untuk melakukan penelitian *)
Sejak
diberlakukannya UU Guru dan Dosen tahun 2005 dan sertifikasi guru dalam jabatan
tahun 2007, ternyata sangat berdampak besar dalam dunia pendidikan kita. Banyak
yang mengikuti sertifikasi guru agar dapat memperoleh sertifikat, dan menjadi
guru profesional. Akibatnya, makin meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi guru. Profesi guru memperoleh posisi sosial yang
istimewa, dengan nilai ekonomi yang tinggi. Kita maklumi, karena memang
perhatian pemerintah dalam dunia pendidikan dan guru selama ini dirasakan belum
optimal.
Impian jadi guru profesional
Namun
realitanya, harapan adanya guru yang profesional masih jauh. Aktivitas sebagian guru belum berubah, terjebak
rutinitas, pagi datang hingga siang pulang. Guru mengajar seperti biasa dengan
metode ceramah. Andalan utama guru adalah buku teks. Akibatnya proses
pengajaran tidak merangsang anak untuk membaca lebih dalam dari informasi guru.
Pemandangan semacam ini mestinya dapat diatasi,
jika guru lebih sensitif
dengan kondisi anak. Serta adanya kemauan dan kemampuan guru untuk mencari tahu kemampuan dan kemauan
anak.
Melalui
penelitian tindakan kelas misalnya, memungkinkan seorang guru mengetahui
efektivitas proses pembelajaran, mencari
cara-cara untuk meningkatkan, serta memilih
metode mengajar yang efektif. Namun,
riset di kalangan guru masih belum menjadi tradisi keilmuan. Di kalangan
guru, masih banyak terdengar bahwa
penelitian tindakan kelas itu dibuat sekedar untuk memenuhi persyaratan
sertifikasi atau kenaikan pangkat
Berbagai faktor penyebab utama
Dari
pemberitaan koran lokal, suatu Kabupaten di Jawa Tengah menyatakan akan menarik sertifikasi guru
untuk sementara, jika selama lima tahun yang bersangkutan tidak membuat karya
ilmiah. Ini merupakan fenomena masih rendahnya minat guru untuk meneliti dan
menyusun karya ilmiah. Rendahnya minat
guru untuk melakukan penelitian, paling tidak ada dua faktor yang
melatarbelakanginya.
Pertama, adalah faktor
mentalitas. Ada sebagian orang berfikiran dapat mencapai keberhasilan itu,
tanpa usaha keras. Ada sebagian guru, membuat karya penelitian itu hanya karena
memenuhi persyaratan sertifikasi atau
kenaikan pangkat. Praktis, karya ilmiah itu dibuat sekedarnya dan tidak
maksimal. Belum lagi, dari sisi administrasi, masih permisif kearah kualitas karya. Kedua,
selain mentalitas, faktor lainnya adalah kemampuan. Ketika seorang guru harus
menyusun laporan penelitian, berarti dia harus memiliki kemampuan menulis dan
kemampuan meneliti. Dalam hal kemampuan menulis, ternyata tidak seluruhnya guru
memiliki kemampuan untuk itu. Sebab musababnya karena sebagian guru relatif
jarang membaca.
Awalnya adalah kebiasaan membaca
Jika
seseorang tidak pernah membaca, bagaimana mungkin dia dapat menulis? Mengapa begitu? Karena proses menulis pada
dasarnya merupakan kegiatan menghubungkan antara konsep yang satu dengan yang
lain. Beberapa konsep itu, bisa jadi berasal dari satu, dua atau bahkan banyak
bacaan. Rendahnya minat baca biasanya
berpengaruh terhadap minat menulis. Dengan memiliki kemampuan menulis, seorang guru
akan mudah menyampaikan idenya dengan kalimat yang efektif. Dia juga, akan
dapat memilih kata dan gaya bahasa yang tepat,
menciptakan paragraf yang dinamis dengan hubungan yang koherent.
Meneliti untuk mengatasi masalah
Belum
lagi, persoalan kemampuan meneliti. Kemampuan meneliti, berarti berhubungan
dengan menerapkan metode penelitian.
Karena penelitian sebagai metode ilmiah, tentulah harus mengikuti tahapan dan
mekanisme baku yang harus diikuti oleh seorang peneliti. Agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmu. Penelitian
atau re-search, secara sederhana
dapat dijelaskan sebagai cara ilmiah
untuk mencari jawab atas persoalan-persoalan yanag sifatnya kompleks.
Melalui
pendekatan ilmiah itu, problematika
penelitian kemudian dirumuskan ke dalam kerangka yang lebih terukur untuk
menemukan fokus. Fokus inilah yaang kemudian disebut sebagai variabel.
Berdasarkan tinjauan teori dari ilmu pengetahuan yang telah ada, seorang
peneliti dapat menduga sementara bagaimana
arah interaksi antar variabel
penelitianya. Inilah yang dinamakan hipotesis.
Agar hipotesis yang sifatnya teoritis itu dapat digunakan untuk mengukur
realitas yang terjadi dalam kegiatan belajar-mengajar misalnya, maka hipotesis
teori itu harus dioperasionalkan. Sehingga nantinya, seorang guru yang bertindak
sebagai peneliti akan tahu, bagaimana
cara mengukurnya di kelas, dengan teknik apa mengumpulkan datanya, meliputi
berapa siswa yang perlu diikutsertakan serta bagaimana mengolah datanya setelah
dikumpulkan.
Inilah
yang dianggap sebagian guru kita sebagai sesuatu yang ribet. Sehingga wajarlah
jika kemudian, ada sebagian guru, memilih cara-cara “belakang” yang pikirnya
lebih mudah. Jika keadaan dan mentalitas
itu tidak segera diubah, niscaya dunia pendidikan kita akan mengalami masa yang
suram.
Mulai dari perpustakaan
Sudah saatnya menegakkan kualitas mekanisme sertifikasi guru, dengan menutup rapat-rapat “pintu belakang” di tiap tingkatan administrasi. Terhadap guru sudah bersertifikasi, perlunya sistem penghargaan yang lebih memadai, sehingga kesejahteraannya meningkat dan memiliki dorongan untuk terus exist menjadi guru yang profesional. Sementara itu, untuk menutup kesenjangan kemampuan menulis maupun kemampuan meneliti, dapat dimulai dari ruang perpustakaan. Saatnya koleksi perpustakaan sekolah tidak lagi berisi latihan soal dan bacaan untuk siswa saja.
Sudah saatnya menegakkan kualitas mekanisme sertifikasi guru, dengan menutup rapat-rapat “pintu belakang” di tiap tingkatan administrasi. Terhadap guru sudah bersertifikasi, perlunya sistem penghargaan yang lebih memadai, sehingga kesejahteraannya meningkat dan memiliki dorongan untuk terus exist menjadi guru yang profesional. Sementara itu, untuk menutup kesenjangan kemampuan menulis maupun kemampuan meneliti, dapat dimulai dari ruang perpustakaan. Saatnya koleksi perpustakaan sekolah tidak lagi berisi latihan soal dan bacaan untuk siswa saja.
Guru perlu membaca. Guru perlu bahan bacaan yang
memperkaya pola pikir. Perlu adanya
forum, workshop atau sanggar yang dapat meningkatkan kemampuan praktis guru,
serta adanya kegiatan kompetitif yang dapat mendorong kegiatan meneliti. Jika hal-hal tersebut
dapat dicapai, kita bisa yakin bahwa pendidikan, mulai dari proses belajar mengajar akan meningkat dengan memanfaatkan hasil penelitian tindakan kelas
yang valid dan reliabel.
*) Catatan:
Arsip
naskah un-publish dalam rangka
memperingati Hari Guru
Peran KORPRI dalam meneguhkan profesionalisme dan netralitas ASN dalam pelayanan publik *)
Melalui berbagai regulasinya, pemerintah
sebenarnya telah demikian jelas mendudukkan posisi PNS sebagai profesi yang
netral dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional, jujur, adil, dan merata. Hal ini sebagaimana diatur dalam
undang-undang pokok-pokok kepegawaian, yang ditetapkan sejak tahun 1999. Namun,
upaya ini belumlah nampak riil pada perilaku kerja PNS dalam pelayanan publik.
Potret
kinerja pelayanan publik
Laaporan Ombudsman Republik Indonesia
akhir-akhir ini, menengarai adanya kenaikan drastis keluhan masyarakat terkait
penyimpangan penyelenggaraan pelayanan publik. Pada tahun 2013, keluhan atas
kasus penyimpangan itu meningkat hampir dua kali lipat! Dari 2.209 laporan pada
tahun 2012 meningkat menjadi 4.359
laporan masyarakat pada tahun 2013. Jumlah itu meningkat 97,3 %, dengan lokus
terbanyak terjadi pada pelayanan Pemerintah Daerah, pelayanan di kepolisian, instansi
vertikal dan Badan Pertanahan (Pikiran
Rakyat, 2014). Selanjutnya dalam laporan itu, juga menyebutkan bahwa
penyimpangan pelayanan publik tersebut terjadi dalam bentuk konflik
kepentingan, permintaan uang, barang, dan jasa serta terjadinya mal-administrasi
pelayanan. Kerja
aparat dianggap lamban, adanya keberpihakan dan dinilai tidak kompeten.
Profesionalisme
dan netralitas
Jika kita perhatikan, potret kinerja
pelayanan publik di atas, mencerminkan bagaimana kondisi kinerja sesungguhnya
para aparat sipil negara kita sebagai penyelenggara pelayanan publik. Dari
bentuk penyimpangan pelayanan di atas, kita dapat mengerti, bahwa permasalahan
utama Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah masalah profesionalisme dan
netralitas. Kedua permasalahan tersebut, baik profesionalisme maupun netralitas
dapat saling mempengaruhi. Keduanya melekat pada aktivitas seseorang ASN.
Dalam hal profesionalisme, seseorang dikatakan profesional jika ia melakukan
pekerjaan dengan keahlian khusus dan menghasilkan produk layanan yang berkualitas, bertanggung jawab,
dan sistematis. Tingkat profesionalisme seseorang sebenarnya dapat diamati dari
apakah seseorang itu menyukai atau menikmati tugas yang ia kerjakan. Dari
tingkat rasa suka dan menikmati pekerjaan akan terpantul antusiasme dan kepeduliannya
dalam melayani klien atau masyarakat. Kedua hal itulah yang langsung dirasakan
dan dinilai oleh masyarakat, bahwa ia telah dilayani secara profesional atau
tidak. Telah terjadi mal-administrasi atau tidak. Oleh karena itu, jika kita
ingin membangun profesionalisme, kita bisa meminjam konsep David H.Maister
(1997) seorang penulis “True Profesionalism : The courage to care about your
people, your client, and your career”, bahwa profesionalisme itu sesungguhnya merupakan
perpaduan antara motivasi, inisiatif, komitmen, keterlibatan langsung dengan
pekerjaan dan antusiasme.
Netralitas
melahirkan keadilan dalam pelayanan
Permasalahan netralitas ASN sebenarnya tidak
hanya dalam konteks Pilkada atau proses suksesi kepemimpinan saja. Dalam
konteks yang lebih luas, netralitas ASN sering diuji ketika menyangkut SARA.
Rendahnya netralitas ASN dalam pelayanan publik sering kali berakibat munculnya
konflik kepentingan, keberfihakan dan pelayanan yang tidak merata, penyimpangan
prosedur dan tidak transparan.
Kesemuanya itu akan menyebabkan munculnya ketidakadilan dalam pelayanan.
Menunggu
realisasi reformasi birokrasi
Melihat besar dan luasnya persoalan dalam
sistem pelayanan publik, sebenarnya Pemerintahpun tidak tinggal diam. Upaya
yang dilakukan pemerintah sangatlah mendasar dalam bentuk Grand Disain
Reformasi Birokrasi, untuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance). Tujuanya adalah untuk
menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik,
berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik,
netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode
etik aparatur negara.
Melahirkan
Undang-undang ASN
Dari Reformasi Birokrasi melahirkan UU Nomor
5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menempatkan aparatur sipil
negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, menetapkan aparatur sipil
negara sebagai profesi dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen
aparatur sipil negara. Dengan kelahiran undang-undang
ASN memberi landasan manajemen pengelolaan dan pengembangan aparatur di
kemudian hari.
Berharap
dari implementasi merit system
Untuk
merealisasikanya, Pemerintah menerbitkan Permen PAN-RB No. 13 tahun 2014. Sesuai
Peraturan menteri ini, manajemen ASN dilakukan
sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan
tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul,
jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Sistem merit
ini dengan sembilan prinsipnya, akan mampu membangun terciptanya aparatur yang
memiliki profesionalisme dan netralitas tinggi dalam pelayanan publik.
Peran KORPRI ke depan
Sebagai
korps yang beranggotakan para profesi pegawai ASN, KORPRI ke depan memiliki
peran strategis, dalam menumbuhkembangkan profesionalisme dan menjaga netralitas
ASN dalam pelayanan publik, baik melalui upaya internal maupun eksternal. Secara
internal KORPRI paling tidak berperan membangun independensi, profesionalisme
dan netralitas. Sedangkan eksternal, KORPRI dituntut perannya dalam mendorong
Pemerintah mengimplementasikan prinsip-prinsip manajemen ASN dengan sistem merit, yang memungkinkan terbinanya
kinerja, profesionalisme dan netralitas ASN dalam pelayanan publik.
Dengan
demikian, harapan besar akan meningkatnya kualitas pelayanan publik, sebenarnya
masyarakat sangat menggantungkan harapan tersebut kepada KORPRI dalam memainkan
peranya dalam menumbuhkan profesionalisme dan netralitas ASN.
(* Catatan:
Arsip naskah lomba karya tulis
dalam rangka HUT KORPRI Kabupaten Kebumen
tgl 29 Nopember 2016, sebagai Juara I.
tgl 29 Nopember 2016, sebagai Juara I.
Riwayat pekerjaan
Riwayat pekerjaanku
di Kebumen, aku awali bekerja sebagai CPNS Petugas Gizi Puskesmas Karanganyar, pada tahun 1987. Selama hampir lima tahun aku bekerja di sana. Pada tahun 1992, aku hijrah bekerja di Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen sebagai staf di Sub Seksi Gizi.
Menjadi Sekretaris KORPRI Sub Unit Dinkes
Menjadi staf di dinkes, banyak mengalami pergeseran tempat tugas. Hingga ada pengangkatan sebagai sekretaris KOPRI Sub Unit
Dinas Kesehatan. Jabatan sekretaris itu disamakan dengan jabatan struktural eselon VB. Dengan surat keputusan Bupati Kebumen, sejak tanggal 04 - 12 -1995 aku menjadi Sekretaris KORPRI dan memperoleh tunjangan. Namun itu tidak lama, karena pada tahun berikutnya, tunjangan sekretaris KORPRI itu dihentikan.
Menjadi Sekretaris DEST
Dalam keseharian selain tugas sebagai Sekretaris KORPRI, aku sebagai staf Sub Bagian Perencanaan di bawah Kepala Bagian TU Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen. Ketika itu, ada struktur baru yaitu Sub Bagian Perencanaan. Hampir dua tahun, aku bekerja di Sub bagian Perencanaan, hingga aku ditugasi sebagai Sekretaris tim DEST (District Epidemiological Surveilance Team). Akupun dimutasi sebagai staf di Seksi Surveilans Bidang Pemberantasan Penyakit Menular. Buah pekerjaan inilah, Alhamdulillah aku berkesempatan mengikuti tugas belajar pendidikan pasca sarjana di UGM Yogyakarta hingga lulus tahun 2001.
Sebagai Kasubag Perencanaan.
Beberapa tahun setelah lulus dan masih berada sebagai staf Seksi Surveilans Bidang Pemberantasan Penyakit Menular., aku menerima penugasan Bupati sebagai Kepala Sub.Bag
Perencanaan Dinkes Kebumen mulai tanggal 22 Oktober2004. Dan dikukuhkan lagi tetap sebagai Kepala Sub.Bag
Perencanaan Dinkes pada tahun 2010.
Mutasi sebagai Kepala Puskesmas Kebumen III
Pada tanggal 31 Desember 2010 aku menerima penugasan sebagai Kepala Puskesmas Kebumen III di Kutosari. Puskesmas Kebumen III merupakan puskesmas yang berada di wilayah perkotaan kebumen, dengan 6 Desa dan Kelurahan sebagai wilayah kerja Puskesmas. Meskipun bekerja sebagai Kepala Puskesmas, tidak lama, namun aku merasa banyak yang bisa aku perbuat, terutama dalam hal penerapan dasar-dasar manajemen Puskesmas-perencanaan, pengendalian dan evaluasi program pelayanan Puskesmas. Hingga pada bulan Mei 2011, aku menerima penugasan sebagai Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinkes.
Kembali masuk lingkungan Dinkes sebagai Kabid PMK
Setelah hampir lima bulan sebagai Kepala Puskesmas Kebumen III, terhitung mulai 11 Mei 2011 aku kembali masuk lingkungan Dinkes lagi sebagai Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan (PMK) Dinkes. Bidang PMK melaksanakan banyak program, yang terbagi dalam tiga Seksi, yaitu Seksi Kesehatan Lingkungan, Seksi Pemberantasan penyakit, baik menular maupun tidak menular dan Seksi Surveilans penyakit dan Kejadian Luar Biasa.
Keluar Dinkes: Dari Sekretaris Bappeda ke UPTP2K
Ini adalah periode aku menerima penugasan yang benar-benar keluar dari lingkungan Dinas Kesehatan. Yaitu ketika aku menerima penugasan sebagai Sekretaris
BAPPEDA, terhitung mulai 20 Januari 2014. Memasuki tahun ke dua di BAPPEDA, aku menerima tugas rangkap sebagai Kepala UPT-P2K Kebumen.
Tugas kali ini sebenarnya merupakan tugas ad-officio karena tugas ini melaksanakan fungsi dari jabatan sekretaris BAPPEDA, yaitu sebagai Kepala Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K). Yang tugas pokok dan fungsinya adalah melayani warga miskin, berdasarkan basis data kemiskinan, melakukan verifikasi dan validasi data sasaran. Dengan konsep pelayanan berbasis data memungkinkan pelayanan pada warga miskin dapat tepat sasaran. Di UPTP2K saat ini juga bertindak sebagai call-center ambulance gratis bagi warga miskin.
Tugas kali ini sebenarnya merupakan tugas ad-officio karena tugas ini melaksanakan fungsi dari jabatan sekretaris BAPPEDA, yaitu sebagai Kepala Unit Pelayanan Terpadu Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (UPT-P2K). Yang tugas pokok dan fungsinya adalah melayani warga miskin, berdasarkan basis data kemiskinan, melakukan verifikasi dan validasi data sasaran. Dengan konsep pelayanan berbasis data memungkinkan pelayanan pada warga miskin dapat tepat sasaran. Di UPTP2K saat ini juga bertindak sebagai call-center ambulance gratis bagi warga miskin.
Tuesday, October 25, 2016
Mengikuti Tugas Belajar Pasca Sarjana di UGM Yogyakarta, banyak memperoleh kemudahan
Mendapat
kesempatan mengikuti tugas belajar pasca sarjana di UGM tahun 1999 itu, tentulah merupakan pengalaman yang mengesankan. Kesempatan ini tidak
lepas dari ditetapkannya Dinas Kesehatan Kabupaten Kebumen sebagai lokasi Proyek Intensifikasi
Pengendalian Penyakit Menular (Intensified
Communicable Desease Control Project) dari Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Depkes RI. Dari
komponen kegiatan proyeknya menyediakan biasiswa pasca sarjana untuk program tugas belajar epidemiologi dan
non-epid.
Lulus seleksi program MMPK
Dari
Kabupaten Kebumen, aku diusulkan mengikuti test seleksi tertulis nasional program biasiswa pasca sarjana non-epid yang diselenggarakan di
FK-UGM Yogyakarta. Dari
hasil seleksi tertulis tersebut, aku
termasuk peserta yang dinyatakan lulus dan harus mengikuti pemberkasan di Dirjen
P2M Depkes RI.
Setelah
dinyatakan lulus administrasi, maka sejak bulan September 1999 aku memulai serangkaian
tugas belajar itu. Program pendidikan yang aku ikuti adalah Program pasca sarjana magister manajemen
pelayanan kesehatan (MMPK) pada Jurusan
Ilmu Kesehatan Masyarakat., Fakultas Kedokteran-UGM Yogyakarta.
Rumah kost di Jalan Kaliurang
Dengan
sistem perkuliahan reguler, dari Senin hingga Kamis sampai malam hari, mengharuskan aku untuk
mencari dan menempati rumah kost di Yogyakarta. Kali ini aku bersama lagi dengan
rekan seperjuangan dari SPG, SPAG dan UT, yaitu Sonhaji yang berangkat selaku
utusan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banjarnegara. Setelah berjuang selama
beberapa hari mencari rumah kost, akhirnya aku berdua menemukan di komplek
perumahan Jalan Pandega Padma I, Jalan Kaliurang Km 4 dekat Apotik Kentungan,
Yogyakarta.
Ketika naik bis kota menuju kampus UGM, aku naik bis kota yang dari kaliurang, dan turun persis di depan RSUP Dr. Sardjito. Untuk mencapai lokasi kampus Jurusan IKM Fakultas Kedokteran, aku hanya jalan kaki, melintasi kampus Kedokteran Forensik. Dibelakang kampus kedokteran forensik itulah komplek kampus Jurusan IKM. Pada jurusan IKM sendiri, terdapat beberapa program pasca sarjana, diantaranya magister manajemen pelayanan kesehatan, manajemen obat, manajemen Rumah sakit, manajemen Gizi kesehatan dan manajemen promosi kesehatan.
Lulus TOEFL dengan sekali ujian
Ketika mahasiswa baru, harus menyerahkan hasil test TOEFL yang dipersyaratkan, dengan minimal score 450, aku segera ikut mendaftar. Di UGM test TOEFL dilayani di Pusat Pelatihan Bahasa UGM. Di sana tersedia bermacam-macam layanan test TOEFL.
Ada jenis layanan test saja, ada pula layanan test dengan bimbingan kursus sebagai pendahuluan. Tarif biayanyapun bervariasi, dari Rp 15.000,-Rp 350.000,- Alhamdulillah dan sangat bersyukur, aku lulus dengan sekali ujian dengan biaya Rp 15.000,- Aku juga melihat rekan, yang mendaftar test TOEFL, ada beberapa tidak lulus, bahkan harus mengulang beberapa kali test, hingga lulus test dengan score minimal yang ditetapkan.
Lolos menjadi peneliti Puslit IKM FK-UGM
Suatu saat ada seleksi peneliti untuk sebuah project penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Ilmu Kesehatan Masyarakat (Puslit IKM) FK-UGM yang berasal dari mahasiswa. Rencananya akan diambil tujuh orang peneliti. Untuk melakukan riset payung, yang akan meneliti keberadaan dan kinerja Pusat Informasi dan Penanggulangan Krisis Kesehatan (PIPKK) yang ada di tingkat kabupaten.
Akupun mengikuti proses seleksi tersebut, dan sangat berharap dapat ikut terpilih sebagai peneliti dalam kegiatan besar itu. Mengapa? Bagiku kegiatan penelitian tersebut sungguh sangat bermanfaat. Bagaimana tidak? Dengan ikut terlibat dalam kegiatan riset tersebut, peneliti dalam hal ini mahasiswa dapat mengambil bagian dari tema besar penelitian tersebut, untuk diperdalam menjadi thesis. Sehingga dengan ikut menjadi peneliti, di satu sisi, mendapat pengalaman sebagai peneliti dan memperoleh fasilitas pendukungnya. Di lain fihak, aku dapat sekaligus menyiapkan bahan thesis pribadiku. Tiba saat waktu pengumuman, dari ketujuh peneliti yang dinyatakan lolos seleksi, Alhamdulillah aku ikut diantaranya.
Dan benar, aku memperoleh banyak manfaat menjadi peneliti Puslit IKM FK-UGM. Aku berkesempatan melakukan pengumpulan data di Kabupaten Gunung Kidul-Daerah Istimewa Yogyakarta dan Kabupaten Purworejo-Jawa Tengah. Sekaligus aku dapat menyelesaikan thesisku, melalui pendalaman sub tema riset imbalan kinerja di Kabupaten Purworejo.
Monday, October 24, 2016
Belajar di UT banyak menariknya
Setelah hampir lima tahun bekerja di Puskesmas, ada
keinginan untuk melanjutkan sekolah atau kuliah lagi. Namun jika mengikuti
jalur tugas belajar, selain kesempatannya terbatas, juga harus meninggalkan
tugas. Aku berfikir, apakah ada sistem
kuliah yang fleksibel dan tidak meninggalkan pekerjaan?
Menerima tantangan
Ketika ke Dinkes Kabupaten, aku bertemu dengan kakak senior
SPAG Pekalongan angkatan pertama, Mas
Azis. Ketika aku menyampaikan apakah ada sistem kuliah yang fleksibel dan tidak
meninggalkan pekerjaan? Spontan, Mas
Azis, berseru kepadaku: “Ada dik, Universitas Terbuka (UT).
Sistem belajar fleksibel
Di UT menerapkan sistem belajar jarak jauh dan terbuka.
Istilah jarak jauh berarti pembelajaran tidak dilakukan secara tatap
muka, melainkan menggunakan media, baik media cetak (modul) maupun non-cetak
(audio/video, komputer/internet, siaran radio, dan televisi). Makna terbuka adalah
tidak ada pembatasan usia, tahun ijazah, masa belajar, waktu registrasi, dan
frekuensi mengikuti ujian.
Batasan yang ada hanyalah bahwa setiap mahasiswa UT
harus sudah menamatkan jenjang pendidikan menengah atas (SMA atau yang
sederajat)” Manggut-manggut aku mendengarka penjelasannya. “Bagaimana
prosedurnya?” tanyaku lagi.
“Tenang, kalau dik Cokro serius, aku punya buku
panduan lengkapnya, dan beberapa modulnya bisa sekalian dipakai. Kalau ya,
kapan ke rumah kost-ku, di Klirong, buku-bukunya bisa dibawa”.
Mudahnya melakukan registrasi awal dan pendaftaran ujian
Akhirnya tanpa menyia-nyiakan kesempatan,
segera aku mengambil buku panduan dan beberapa modul UT. Rupanya Mas Azis sudah
mendaftar dan melakukan registrasi, namun tidak berminat meneruskannya. Setelah
aku baca dan cermati mekanismenya, kemudian aku segera ke kantor Pos untuk
membeli berkas “Registrasi Pertama” UT, mengisi formulir dan menyerahkannya
kembali ke Kantor Pos. Sejak saat itu, aku tercatat dan memiliki kartu
mahasiswa UT. Begitu simpel.
Apalagi jika ada jaringan internet. Semuanya dapat dilakukan dengan mudahnya, sejak dari pendaftaran pertama, pendaftaran ulang, pendaftaran ujian, mengirim berkas ujian, menerima hasil ujian dapat dilakukan di rumah. Bisa sambil kerja, melayani pelanggan atau mendengarkan musik atau ceramah agama.
Memang, UKT bagi sebagain mahasiswa merupakan momok yang menakutkan. Jika melihat pengalaman, banyak yang mengulang, bahkan mengulang berkali-kali. Namun, menurut pengamatanku, materi UKT berisi tentang masalah-masalah yang sedang aktual dan menjadi trending topic selama 6-12 bulan yang lalu. Untuk mengantisipasi itu, aku membuat kliping koran menurut tema masalah, dari berbagai koran. Disamping itu, aku mencoba menganilisisnya atau mencari hubungan atas tema-tema itu dengan teori-teori yang ada.
Modul yang hebat dan berkualitas
Jika ditanya mengapa aku
mengambil jurusan Administrasi Pembangunan, maka paling tidak ada dua alasan
yang mendorongku. Pertama, menyesuaikan
tugasku sebagai pegawai negeri dan sebagai pelaksana program pembangunan, aku merasa
perlu memilih jurusan Administrasi Pembangunan pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik ini. Kedua, dari
deskripsi matakuliahnya, aku menemukan banyak matakuliah favorit yang aku suka
disini. Sebut saja misalnya matakuliah Pendidikan Agama Islam, Kebijakan
Publik, Sistem Administrasi Pemerintahan, Administrasi Pembangunan, Perencanaan
Pembangunan dan Pengawasan Pembangunan adalah sederet matakuliah favorit, yang aku sangat
senang membaca berulang-ulang dan
mempelajari modulnya. Selain lay-out modul, menurutku materi ditulis oleh penyusun modul yang hebat. Aku tahu perpustakaan perguruan
tinggi di Jogja juga mengoleksi modul-modul UT.
Beli modul bisa patungan
Meskipun
belakangan aku ketahui yang mengambil jurusan itu, tidak banyak. Jurusan yang
banyak diambil menjadi pilihan mahasiswa
adalah administrasi negara. Aku tidak tahu alasan mengambil jurusan itu, karena
mereka sendiri tidak tahu persisnya. “Saya sendiri tidak tahu mas, yang jelas
teman-teman kantor pada ambil Adne (Administrasi Negara-Red). Jadi saya ikut
saja, biar ketika butuh modul, mudah meminjamnya. Bahkan kami juga patungan
beli modulnya” Demikian teman saya memberi penjelasan. Barangkali faktor inilah
juga, daya tarik kuliah di UT.
UKT sering jadi momok, namun ada trik mengatasinya
Pengalaman mengikuti Ujian Komprehensif vTertulis (UKT), materi ujiannya menuntut mahasiswa mampu menyelesaikan persoalan, menjawab masalah melalui pemahaman antar teori antar konsep. Soalnya berbentuk essay, dengan pertnyaan dan pernyataan yang open-ended.
Selain hal-hal di atas, ada aspek lain yang ikut menjadi kunci keberhasilan UKT adalah teknik menulis atau seni menyampaikan gagasan. Jenis ujian essay, sangat diperlukan teknik menulis yang memadai. Seringkali struktur kalimat, pemilihan kata, diksi dan gaya bahasa sangat mendukung bagi kejelasan konsep. Banyak orang pandai menulis, tetapi tidak banyak orang yang mampu menulis dan enak dibaca.
Happy Ending: dapat Ijazah sekaligus ijabsah
Inilah salah satu yang menarik
belajar di UT, waktu pendaftaran dan penyelesaian pendidikan yang fleksibel. Seperti apa? Setelah beberapa semester, aku
terhitung santai dalam menyelesaikan beban SKS tiap semesternya, akhirnya aku
harus mempercepat.
Karena
dalam-tahun-tahun itu aku memiliki agenda penting, yaitu menikah dan wisuda. Maka
dengan upaya keras, aku berusaha menyelesaikan beban SKS matakuliah dan
mengikuti ujian komprehensif tertulis.
Ujian Komprehensif Tertulis (UKT) adalah
ujian akhir program yang harus aku jalani, setelah menyelesaikan beban minimal SKS matakuliah. Alhamdulillah,
aku lulus UKT dengan nilai yang tidak terlalu jelek. Dan berkesempatan
mengikuti wisuda. Meskipun waktu pelaksanaan wisudaku di kampus UT Pusat di Pondok Cabe,
Jakarta Selatan, sangat fenomenal. Bagaimana
tidak? Karena waktu wisuda dilangsungkan
sehari setelah waktu akad dan resepsi pernikahan. Sore itu aku melaksanakan
pernikahan di Kebumen, paginya, tanggal 12 Nopember 1996 jam 09.00 WIB aku
mengikuti wisuda sarjana UT. Sehingga untuk administrasi pendaftaran peserta dan
gladi bersih, aku dibantu Pak Arifin Subekti, teman kantor di Dinas Kesehatan
yang sudah memiliki pengalaman di Jakarta.
Untuk
keperluan wisuda, aku berangkat beberapa
waktu setelah acara resepsi pernikahan selesai. Dengan do’a restu isteri, orangtua,
mertua dan kerabat, Aku berangkat ke Jakarta ditemani kakakku, Mas Bambang, berangkat ke
Jakarta menggunakan jasa kereta api dari stasiun Karanganyar-Kebumen.
Sunday, October 23, 2016
Lulus SPG melanjutkan ke SPAG Depkes Pekalongan
Lulus
SPG Negeri Pekalongan tahun 1985, aku
tidak tahu dan belum memutuskan hendak kemana lanjutannya. Bahkan hingga
hari terakhir waktu pendaftaran
Sipenmaru melalui pembayaran Bank, aku baru sadar kalau sudah terlambat. Karena
pembayaran melalui Bank ditutup jam 13.00 waktu itu.
Gagal Sipenmaru, mencoba
Sipensimaru Diknakes
Harapan
untuk kuliah hampir pupus, ketika temanku Sonhaji datang ke rumah membawa
berita tentang Sipensimaru Diknakes. Apa
itu? Sipensimaru Diknakes, adalah singkatan dari seleksi siswa dan mahasiswa
baru pendidikan tenaga kesehatan yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes). Karena informasinya hanya sekilas, aku putuskan
untuk melihat ke tempat pengumuman itu ditempel.
Ternyata
tidak jauh dari rumah, sekitar 12 Km ada kampus Sekolah Pembantu Ahli Gizi
(SPAG) Depkes, tepatnya di desa Legok
Kalong, Kecamatan Karangnyar memasang pengumuman itu. Dari pengumuman itu, aku
melihat seluruh sekolah dan perguruan tinggi kesehatan di seluruh Indonesia yang
dapat diikuti. Dan berita ada banyak berita menariknya, yaitu: (1) bahwa selama mengikuti program pendidikan itu
gratis! Seluruh biaya pendidikan ditanggung oleh Pemerintah (2) tambah menarik
bagiku bahwa setelah lulusa akan
ditempatkan kerja sebagai tenaga Pegawai Negeri Sipil Inpres, dan yang ke (3)
yang membuatku merasa sungguh Allah sedang memberi jalan kepadaku adalah bahwa
untuk tahun itu dibuka peluang pendaftaran untuk lulusan SLTA sederajat.
Artinya, seperti aku lulusan SPG dapat ikut mendaftar, tidak hanya dari SMA
itupun harus SMA jurusan IPA-Matematika.
Memilih tiga perguruan tinggi
yang semua tidak aku ketahui
Tanpa
pikir panjang, karena sudah di lokasi, akupun dengan Sonhaji mendaftar dan
mengambil berkas pendaftaran. Dalam formulir pendaftaran, setiap calon diminta
memilih tiga perguruan tinggi. Di sana ada daftar nama perguruan tinggi
kesehatan se Indonesia, berikut strata dan lokasi perguruan tingginya. Dari
semua perguruan tinggi itu, jujur aku tidak ada satupun mengetahui perguruan
tentang apa itu. Pertimbanganku hanya praktis, yaitu kuliah singkat dan
lokasinya di Jawa.
Atas
pertimbangan praktis itu, aku menjatuhkan pilihan pada (1) Diploma 1 SPAG (Sekolah
Pembantu Ahli Gizi) Depkes Pekalongan (2) Diploma 3 APK-TS (Akademi Penilik
Kesehatan dan Teknik Sanitasi) Depkes di Surakarta dan (3) (kalau tidak salah ingat) Diploma 3 ATROEM (Akademi Teknik Rontgen dan Elektro Medik) Depkes
Semarang. Pada hari yang ditentukan, menyerahkan kembali berkas pendaftaran ke panitia
dengan melengkapi persyaratanya.
Lulus diterima di SPAG Depkes Pekalongan
Tiba hari pengumuman, setelah mengikuti serangkaian test masuk, aku kembali datang ke kampus SPAG di Karanganyar. Kampus itu sebenarnya gedung Workshop Tanaman Pangan dan Gizi milik Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Letaknya sekitar 500 meter dari pasar dan kantor kecamatan Karanganyar, jalur jalan raya Karanganyar-Kajen, sebelah kanan jalan.
Tiba hari pengumuman, setelah mengikuti serangkaian test masuk, aku kembali datang ke kampus SPAG di Karanganyar. Kampus itu sebenarnya gedung Workshop Tanaman Pangan dan Gizi milik Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan. Letaknya sekitar 500 meter dari pasar dan kantor kecamatan Karanganyar, jalur jalan raya Karanganyar-Kajen, sebelah kanan jalan.
Lebih banyak di lapangan
Kuliah
satu tahun di SPAG Depkes Pekalongan,
struktur pembelajarannya lebih banyak di lapangan. Karena kuliah
klasikal hanya di tiga bulan pertama. Selanjutnya, kuliah lebih banyak di
lapangan. Mahasiswa dibuat kelompok-kelompok untuk kemudian diterjunkan di desa
binaan. Di Desa binaan, mahasiswa berperan sebagai petugas lapangan untuk
melaksanakan program gizi masyarakat. Aku
dan kelompokku kebetulan memiliki desa binaan di Desa Limbangan, Kecmatan
Karangnyar.
Kegiatan lapangan di desa Limbangan , meliputi pengumpulan data,
analisis dan intervensi program. Kegiatan pendataan dilakukan melalui wawancara
menggunakan kuesioner, pada seluruh rumah tangga yang ada di desa. Analisis
data dilakukan dengan cara melakukan tabulasi untuk melihat distribusi
frekuensi variabel yang diamati. Sedangkan iIntervensi program perbaikan gizi
dilakukan bersama dengan seluruh komponen dan kelembagaan masyarakat yang ada
di desa. Berdasarkan permasalahan yang muncul dalam analisis data dan
ketersediaan sumber daya lokal di desa, bersama-sama masyarakat, mahasiswa
melaksanakan intervensi program.
Semester
kedua, kegiatan praktek banyak dilakukan di institusi, seperti Puskesmas Rawat
jalan, Puskesmas Rawat Inap dan Rumah Sakit, baik Rumah Sakit tipe D maupun Tipe
C. Aku dan teman-temanku satu kelompok, menjalani praktek pelayanan gizi
di institusi di Rumah Sakit Umum Keraton Pekalongan dan Rumah Sakit Umum Kabupaten Cilacap.
Akhir program, awal pemberkasan
Sebagai
program pendidikan kedinasan SPAG Depkes Pekalongan, penyelenggaraanya
bertujuan untuk memenuhi jumlah petugas gizi Puskesmas seluruh Indonesia.
Selain di Pekalongan, kebutuhan tenaga gizi dipenuhi juga oleh SPAG Depkes lainnya, seperti di Rawamangun-Jakarta dan Kupang.
Untuk itu, banyaknya mahasiswa setiap angkatan mencerminkan kebutuhan tenaga
gizi pada waktu itu.
Oleh
karena itu, seiring dengan selesainya program pendidikan, akupun sudah harus
melengkapi berkas-berkas persyaratan pengangkatan sebagai CPNS Depkes RI, untuk
selanjutnya diperbantukan di tingkat kabupaten di seluruh Indonesia.
Dari
mahasiswa seluruh kelas, kami ditempatkan tiap kabupaten satu orang. Kebanyakan di Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Meskipun ada beberapa yang di Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi. Sebagai contoh, aku ditempatkan di Kabupaten Kebumen, hanya seorang
dari angkatanku. Dan inilah kemudian yang menjadi awal kehidupanku di Kebumen
hingga saat ini.
Saturday, October 22, 2016
Di SPG bersiap jadi pendidik
Setelah lulus SMP, memang tidak
banyak tahu teman-temanku melanjutkan kemana saja. Aku sendiri mendaftar di SMA
Negeri Kajen dan SPG Negeri Pekalongan. Aku sengaja mendaftar di dua tempat,
yaitu di sekolah umum dan kejuruan. Hal ini bisa aku lakukan karena memang waktu
pendaftaran, seleksi dan pengumumannya berbeda. Sekolah umum waktu
pendaftaranya lebih dulu, dibanding kejuruan. Dari hasil pengumuman hasil test,
aku lulus dan diterima di SMA Negeri Kajen. Sedangkan untuk pengumuman SPG,
dalam daftar pengumuman nomor testku tidak ada alias tidak diterima.
Mendapat panggilan diterima sebagai cadangan
Akupun oleh orangtua disuruh
untuk segera melakukan pendaftaran ulang di SMA Negeri Kajen, membayar uang
seragam dan mengikuti masa orientasi siswa. Sementara aku baru mau melangkah memenuhi perintah orang tua,
tiba-tiba ada tamu datang ke rumah. Tamu itu rupanya Pak T. Soedibyo, kepala sekolahku
di SD Negeri 1 Pakisputih. Ternyata Pak Dibyo, demikian beliau biasa disapa anak-anak,
membawa berita bahwa aku diterima cadangan di SPG Negeri Pekalongan.
Tapi mengapa yang datang Pak
Dibyo? Pikirku dalam hati. Setelah aku ikut duduk mendampingi Kakakku pertama,
yang menerima kedatangan Pak Dibyo, aku baru tahu jawaban pertanyaanku itu.
“Mas Bambang, dik Cokro ini mendapat
surat panggilan diterima sebagai cadangan di SPG. Silakan dipertimbangkan. Jika
akan ditindaklanjuti, ini sudah saya
bawakan surat panggilan, persyaratan dan jadwal pendaftaran ulangnya. Kebetulan
anak saya juga masuk sebagai cadangan. Jika nanti mau mendaftar ulang, nanti
bisa bersama-sama anak saya”. Demikian
penjelasan Pak Dibyo kepada Kakakku, Mas Bambang Cahyono.
Mas Bambang menginspirasikan keputusanku
Sepulang Pak Dibyo, aku diajak
berdiskusi dengan Mas Bambang, tentang pilihan-pilihan melanjutkan sekolah
untukku, antara SMA dan masuk SPG. Meskipun keputusan akhirnya diserahkan padaku, namun Mas Bambang memberi
pandangan-pandangannya terkait prospek kedua sekolah. Sekolah umum, menurut Mas
Bambang, memberi dasar-dasar keilmuan umum yang menjadi dasar pengembangan ilmu
di perguruan tinggi. Sedangkan di sekolah kejuruan, membekali ketrampilan tertentu
sebagai bekal bekerja.
Saat itu aku baru tahu, arah
pendidikan umum dan kejuruan, meskipun sebenarnya pandangan kakakku itu belum
tentu benar.. Beberapa saat, aku berfikir tentang keduanya. Dan aku memutuskan
untuk menyampaikan pandanganku kepada Mas Bambang. Pilihanku pada SPG sebagai
pendidikan kejuruan, serta beberapa matapelajaran yang ada, yang sangat aku
sukai, seperti: Ilmu-ilmu jiwa sosial, perkembangan, pendidikan dan lain-lain.
Mendengar keputusanku, mas Bambang kelihatan sangat setuju.
Menyiapkan jiwa pendidik
Seperti aku pernah memperkirakan,
bahwa pendidikan di SPG pastilah sangat ketat, karena para siswanya disiapkan
menjadi seorang guru. Tetapi ketika aku sudah mengikuti pembelajaran, ternyata
tidaklah semua benar. Yang benar bahwa siswa SPG disiapkan untuk memiliki
kematangan untuk menjadi contoh, untuk menjadi idola, dan untuk menjadi guru sekaligus
pendidik.
Bertindak sebagai contoh, maka
seorang guru harus bertindak benar dan menyukai kebaikan. Bertindak sebagai
idola, maka seorang guru harus tambil riang, bersemangat bahkan trendy. Sedangkan untuk menjadi guru dan pendidik,
seorang guru harus pintar dan menginspirasikan, hingga seorang muridnya secara
sadar merubah perilakunya menjadi lebih baik. Dengan demikian, jika dikatakan
pendidikan di SPG sangatlah ketat, tidaklah benar.
Meraih keutamaan sebagai seorang guru
Bagiku justru belajar di SPG, aku
dapat memperoleh nilai kebajikan dan keutamaan dari seorang guru. Bagaimana tidak? Seorang guru memiliki tugas yang sangat mulia, yaitu mengajar dan
mendidik, membangun pengetahuan dan akhlak
anak didik.
Dalam pandangan Islam, ada
keutamaan-keutamaan bagi seorang guru, Dalam pandangan Islam, ada keutamaan-keutamaan bagi seorang guru, Abu Jundulloh Muhammad Faisal menuliskan ada 4 keutamaan, yaitu:
(1) Allah menempatkannya istimewa
dan memerintahkan kepada para Aqniya (murid/masyarakat/pemerintah) untuk memberi perhatian khusus kepada guru, yang
dengan kesungguhannya mengajar dan mendidik (Al Qur’an:2:273)
(2) Allah SWT memberi balasan pahala
untuk guru yang mendidik dan mengajarkan kebaikan atau pelajaran yang
bermanfaat, sama seperti orang-orang yang melakukannya. Sebagaimana Sabda Rasulullah
SAW : “
Barangsiapa yang mengunjukkan/mengajarkan kebaikan, pahalanya sama dengan orang
yang melakukan kebaikan itu “. (HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud dalam Kitab Faidul
Qadir, Juz. 6, Hal. 127, Penulis: Al-Imam Al-Manawy Rahimahullah).
(3) Allah SWT dan para Malaikat,
penghuni langit dan bumi bersholawat (mendo’akan) para pendidik yang
mengajarkan kebaikan. Seperti Sabda Rasulullah SAW:
“ Sesungguhnya Alloh,
Malaikat-malaikat-Nya, penghuni langit dan penghuni bumi, hingga semut dalam
lubangnya dan ikan dalam lautan, bersholawat (mendo’akan) para pendidik manusia
kepada kebaikan “. (Kitab Mukhtarul Hasan Wasshahiih, Penulis: Abdul Baqi’ Shaqar,
Hal. 380).
(4)
Para guru dan pendidik senantiasa akan mendapatkan pahala dari Allah sebagai
imbalan dari hasil pendidikan dan pembinaannya, meskipun dia sudah meninggal.
Seperti sabda Rasulullah SAW:
“
Sesungguhnya dari antara amal dan kebaikan seorang Mukmin yang tetap dia
peroleh pahalanya, walaupun dia sudah wafat, adalah: Ilmu yang diajarkan dan
disebarluaskannya; anak yang shaleh yang ditinggalkannya; atau mushaf/pegangan
misalkan buku-buku/ al-qur’an/kitab-kitab yang ditinggalkannya; atau masjid yang
dibangunnya; atau rumah untuk ibnus sabil yakni anak yatim piatu/panti jompo
yang dibangunnya; atau saluran air yang dibuatnya; atau shadaqah yang
dikeluarkannya dari harta kekayaannya pada waktu hidupnya (shadaqah jaariyah),
itu semua dia akan mendapatkan pahalanya setelah dia wafat “. (HR. Ibnu Majah
dan Al-Baihaqy dari Aba Hir dalam Kitab Mukhtarul Hasan Wasshahiih, Penulis:
Abdul Baqi’ Shaqar, Hal. 381).
Tetap konsisten mengajar dan
mendidik
Meski
tidak di jalur keguruan, aku tetap konsisten dalam mengajar dan mendidik. Selepas
mengikuti program biasiswa S2 pada Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK-UGM
Yogyakarta 2001, aku memperoleh kesempatan mengajar sebagai dosen tidak tetap
di Stikes Muhammadiyah Gombong, sejak 2002 hingga sekarang. Kepada mahasiswa, aku mengajarkan konsep-konsep biostatistik dan metodologi riset, menulis buku, menjadi pembimbing dan penguji skripsi.
Kebiasaan
menyampaikan ilmu yang bermanfaat, tetap aku jaga dan lakukan terus menerus
dalam berbagai bentuknya. Harapannya teruslah memperoleh
keutamaan-keutamaan sebagai seorang
guru. Sekaligus berharap pahala yang tidak pernah putus, walaupun aku sudah
meninggal sekalipun.
Aku adalah angkatan pertama SMP Negeri I Kedungwuni
Setelah lulus sekolah dasar, pertengahan
tahun 1979 aku masuk dan melanjutkan sekolah di SMP Pemda Kedungwuni. Waktu
itu, sekolah umum belum banyak dan hanya SMP umum itu yang ada Kecamatan
Kedungwuni. Lainnya adalah sekolah-sekolah berbasis agama. Kalaupun ingin melanjutkan ke SMP Negeri harus
ke luar kecamatan. Paling dekat dengan rumah orang tuaku, adalah SMP Negeri
Wonopringgo.
Metamorfose dari SMEP
SMP Pemda Kedungwuni,
sebenarnya merupakan metamorfose dari
SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama) Pemda. Sehingga dalam beberapa hal,
seperti beberapa matapelajaran khas SMEP masih diberikan pada murid. Pelajaran khas
SMEP itu, seperti: Hitung dagang, Pengetahuan hukum dagang dan tata buku.
Thursday, October 20, 2016
Masa sekolah, tidak selalu indah
Ketika bercerita tentang
masa-masa sekolah, bagi sebagian orang adalah masa yang paling indah, seperti
yang dilukiskan penyanyi chrisye.
Namun tidak yang terjadi denganku. Pengalaman masa-masa sekolahku, lebih tepat
sebagai masa perjuangan. Perjuangan untuk lepas dari masalah, ketidakadilan dan
lepas dari bayang-bayang ketidakmampuan. Meskipun ada juga sepenggal pengalaman unik dan kadang menggelikan.
Seleksi yang unik masuk SD
Ketika aku mencoba mengingat
kenangan paling awal sekolah, maka yang terlintas adalah ketika seleksi masuk
SD. Pada jamanku, aku tidak melewati
sekolah TK seperti sekarang. Tetapi begitu usiaku dipandang cukup, aku
didaftarkan untuk masuk sekolah. Meskipun banyak juga anak-anak yang
didaftarkan, namun tidak semua dapat diterima.
Seleksinya tidak melalui tes
tertulis atau tes kecakapan. Seleksinya dengan
tes kemampuan fisik. Anak calon murid baru itu dipanggil satu per satu.
Hingga tiba giliranku-berdasarkan urutan duduk. Aku disuruh oleh bapak guru,
yang belakangan aku tahu guru itu adalah Pak Ridwan namanya, untuk mengulurkan
tangan kananku dan menjangkau daun telinga sebelah kiri, melalui atas kepala.
Aku, oleh Pak Ridwan diterima menjadi murid kelas satu, karena ujung jari
tangan kananku dapat mencapai daun telinga kiriku, dalam posisi kepala tegak.
SD Induk Kedungwuni
Tersebutlah
SD Induk Kedungwuni, terletak di Jl. Sidodadi 79 Kel. Kedungwuni Timur Kec.
Kedungwuni. Konon, adalah sekolah pertama kali berdiri di Kecamatan Kedungwuni,
merupakan bangunan peninggalan jaman Belanda. Bangunan yang memiliki ciri khas
bangunan Belanda, dapat dilihat dari ukuran tembok yang tebal, tingginya
plafond dengan sistem ventilasi di bagian atas pintu hingga mencapai plafond. Lubang
ventilasi terbuat dari anyaman kawat baja. Hampir seluruh perabotan, mebelair
dan meja-kursi belajar yang menyatu terbuat dari kayu jati. Tanpa pewarna, tapi
kelihatan mengkilap ekspos kayunya.
Memiliki bangunan induk ruang kelas
memanjang, sering digunakan untuk bermain murid-murid berkejar-kejaran, ketika
jam istirahat. Sementara halamanya yang luas ditumbuhi rumput hijau. Di bagian batas
luar halaman, ada beberapa pohon anggroong, sejenis pohon saman, yang sangat
besar. Pohonya sangat rindang, namun rontok ketika musim kemarau tiba. Selain
untuk tempat aku bermain berkelompok, di bawah pohon itu juga sering digunakan
untuk berteduh ketika hujan, atau jika panas.
Penunjuk waktu alamiah
Untuk mencapainya, ketika berangkat dan pulang sekolah, aku dan ratusan anak lainnya dengan berjalan kaki, sejauh kira-kira dua kilo meter. SD Induk Kedungwuni digunakan untuk SD Kedungwuni 1 dan SD Kedungwuni 2. SD Kedungwuni 1 masuk pagi, kebanyakan muridnya berasal dari wilayah Kedungwuni Barat. Sedangkan aku, SD Kedungwuni 2 masuk siang.
Jam masuknya, aku tidak tahu persis waktunya, karena penggunaan jam dinding masih jarang, mungkin jam 13.00. Saat itu, aku dan kakak-kakak kelas biasanya berkumpul sebelum berangkat. Hingga bayang-bayang atap rumah itu menyentuh pohon belimbing di halaman rumah, maka kamipun berangkat. Kalaupun kami masih bermain atau bercakap, maka orang tua kamipun mengingatkan. Itu kami jadikan penunjuk waktu rutin, setiap hari ketika berangkat sekolah.
Di sekolah Diniyah memperdalam ilmu agama
Pulang sekolah, sekitar habis Ashar, aku mengikuti kegiatan sekolah sore. Sekolah sore atau Diniyah adalah sekolah yang mengajarkan perihal agama Islam. Sekolah ini dikelola oleh kakak-kakak pemuda yang tergabung dalam Remaja masjid dukuh plutungan. Di sekolah Diniyah ini, aku memperoleh pelajaran pendidikan agama Islam, seperti: tarikh (sejarah Islam), tadjwid (hukum bacaan dalam Al Qur'an), fiqih sebagai aturan hidup seorang muslim serta bahasa arab.
Sekolah ini dikelola oleh Takmir masjid secara swadaya. Setiap muridnya tidak ditarik SPP bulanan. Aku dan murid lainnya, beriur secara sukarela setiap minggu sekali. Iuran itu biasa aku menyerahkannya setiap hari kamis sore sebagai "Kamisan". Kamisan ini sekaligus mengingatkan bahwa hari esoknya sekolah libur. Sekolah dan kegiatan apa saja, selain kantor pemerintah, setiap hari Jum'at libur.
Untuk mencapainya, ketika berangkat dan pulang sekolah, aku dan ratusan anak lainnya dengan berjalan kaki, sejauh kira-kira dua kilo meter. SD Induk Kedungwuni digunakan untuk SD Kedungwuni 1 dan SD Kedungwuni 2. SD Kedungwuni 1 masuk pagi, kebanyakan muridnya berasal dari wilayah Kedungwuni Barat. Sedangkan aku, SD Kedungwuni 2 masuk siang.
Jam masuknya, aku tidak tahu persis waktunya, karena penggunaan jam dinding masih jarang, mungkin jam 13.00. Saat itu, aku dan kakak-kakak kelas biasanya berkumpul sebelum berangkat. Hingga bayang-bayang atap rumah itu menyentuh pohon belimbing di halaman rumah, maka kamipun berangkat. Kalaupun kami masih bermain atau bercakap, maka orang tua kamipun mengingatkan. Itu kami jadikan penunjuk waktu rutin, setiap hari ketika berangkat sekolah.
Di sekolah Diniyah memperdalam ilmu agama
Pulang sekolah, sekitar habis Ashar, aku mengikuti kegiatan sekolah sore. Sekolah sore atau Diniyah adalah sekolah yang mengajarkan perihal agama Islam. Sekolah ini dikelola oleh kakak-kakak pemuda yang tergabung dalam Remaja masjid dukuh plutungan. Di sekolah Diniyah ini, aku memperoleh pelajaran pendidikan agama Islam, seperti: tarikh (sejarah Islam), tadjwid (hukum bacaan dalam Al Qur'an), fiqih sebagai aturan hidup seorang muslim serta bahasa arab.
Sekolah ini dikelola oleh Takmir masjid secara swadaya. Setiap muridnya tidak ditarik SPP bulanan. Aku dan murid lainnya, beriur secara sukarela setiap minggu sekali. Iuran itu biasa aku menyerahkannya setiap hari kamis sore sebagai "Kamisan". Kamisan ini sekaligus mengingatkan bahwa hari esoknya sekolah libur. Sekolah dan kegiatan apa saja, selain kantor pemerintah, setiap hari Jum'at libur.
Subscribe to:
Posts (Atom)