Sejak
diberlakukannya UU Guru dan Dosen tahun 2005 dan sertifikasi guru dalam jabatan
tahun 2007, ternyata sangat berdampak besar dalam dunia pendidikan kita. Banyak
yang mengikuti sertifikasi guru agar dapat memperoleh sertifikat, dan menjadi
guru profesional. Akibatnya, makin meningkatkan minat masyarakat untuk menjadi guru. Profesi guru memperoleh posisi sosial yang
istimewa, dengan nilai ekonomi yang tinggi. Kita maklumi, karena memang
perhatian pemerintah dalam dunia pendidikan dan guru selama ini dirasakan belum
optimal.
Impian jadi guru profesional
Namun
realitanya, harapan adanya guru yang profesional masih jauh. Aktivitas sebagian guru belum berubah, terjebak
rutinitas, pagi datang hingga siang pulang. Guru mengajar seperti biasa dengan
metode ceramah. Andalan utama guru adalah buku teks. Akibatnya proses
pengajaran tidak merangsang anak untuk membaca lebih dalam dari informasi guru.
Pemandangan semacam ini mestinya dapat diatasi,
jika guru lebih sensitif
dengan kondisi anak. Serta adanya kemauan dan kemampuan guru untuk mencari tahu kemampuan dan kemauan
anak.
Melalui
penelitian tindakan kelas misalnya, memungkinkan seorang guru mengetahui
efektivitas proses pembelajaran, mencari
cara-cara untuk meningkatkan, serta memilih
metode mengajar yang efektif. Namun,
riset di kalangan guru masih belum menjadi tradisi keilmuan. Di kalangan
guru, masih banyak terdengar bahwa
penelitian tindakan kelas itu dibuat sekedar untuk memenuhi persyaratan
sertifikasi atau kenaikan pangkat
Berbagai faktor penyebab utama
Dari
pemberitaan koran lokal, suatu Kabupaten di Jawa Tengah menyatakan akan menarik sertifikasi guru
untuk sementara, jika selama lima tahun yang bersangkutan tidak membuat karya
ilmiah. Ini merupakan fenomena masih rendahnya minat guru untuk meneliti dan
menyusun karya ilmiah. Rendahnya minat
guru untuk melakukan penelitian, paling tidak ada dua faktor yang
melatarbelakanginya.
Pertama, adalah faktor
mentalitas. Ada sebagian orang berfikiran dapat mencapai keberhasilan itu,
tanpa usaha keras. Ada sebagian guru, membuat karya penelitian itu hanya karena
memenuhi persyaratan sertifikasi atau
kenaikan pangkat. Praktis, karya ilmiah itu dibuat sekedarnya dan tidak
maksimal. Belum lagi, dari sisi administrasi, masih permisif kearah kualitas karya. Kedua,
selain mentalitas, faktor lainnya adalah kemampuan. Ketika seorang guru harus
menyusun laporan penelitian, berarti dia harus memiliki kemampuan menulis dan
kemampuan meneliti. Dalam hal kemampuan menulis, ternyata tidak seluruhnya guru
memiliki kemampuan untuk itu. Sebab musababnya karena sebagian guru relatif
jarang membaca.
Awalnya adalah kebiasaan membaca
Jika
seseorang tidak pernah membaca, bagaimana mungkin dia dapat menulis? Mengapa begitu? Karena proses menulis pada
dasarnya merupakan kegiatan menghubungkan antara konsep yang satu dengan yang
lain. Beberapa konsep itu, bisa jadi berasal dari satu, dua atau bahkan banyak
bacaan. Rendahnya minat baca biasanya
berpengaruh terhadap minat menulis. Dengan memiliki kemampuan menulis, seorang guru
akan mudah menyampaikan idenya dengan kalimat yang efektif. Dia juga, akan
dapat memilih kata dan gaya bahasa yang tepat,
menciptakan paragraf yang dinamis dengan hubungan yang koherent.
Meneliti untuk mengatasi masalah
Belum
lagi, persoalan kemampuan meneliti. Kemampuan meneliti, berarti berhubungan
dengan menerapkan metode penelitian.
Karena penelitian sebagai metode ilmiah, tentulah harus mengikuti tahapan dan
mekanisme baku yang harus diikuti oleh seorang peneliti. Agar hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmu. Penelitian
atau re-search, secara sederhana
dapat dijelaskan sebagai cara ilmiah
untuk mencari jawab atas persoalan-persoalan yanag sifatnya kompleks.
Melalui
pendekatan ilmiah itu, problematika
penelitian kemudian dirumuskan ke dalam kerangka yang lebih terukur untuk
menemukan fokus. Fokus inilah yaang kemudian disebut sebagai variabel.
Berdasarkan tinjauan teori dari ilmu pengetahuan yang telah ada, seorang
peneliti dapat menduga sementara bagaimana
arah interaksi antar variabel
penelitianya. Inilah yang dinamakan hipotesis.
Agar hipotesis yang sifatnya teoritis itu dapat digunakan untuk mengukur
realitas yang terjadi dalam kegiatan belajar-mengajar misalnya, maka hipotesis
teori itu harus dioperasionalkan. Sehingga nantinya, seorang guru yang bertindak
sebagai peneliti akan tahu, bagaimana
cara mengukurnya di kelas, dengan teknik apa mengumpulkan datanya, meliputi
berapa siswa yang perlu diikutsertakan serta bagaimana mengolah datanya setelah
dikumpulkan.
Inilah
yang dianggap sebagian guru kita sebagai sesuatu yang ribet. Sehingga wajarlah
jika kemudian, ada sebagian guru, memilih cara-cara “belakang” yang pikirnya
lebih mudah. Jika keadaan dan mentalitas
itu tidak segera diubah, niscaya dunia pendidikan kita akan mengalami masa yang
suram.
Mulai dari perpustakaan
Sudah saatnya menegakkan kualitas mekanisme sertifikasi guru, dengan menutup rapat-rapat “pintu belakang” di tiap tingkatan administrasi. Terhadap guru sudah bersertifikasi, perlunya sistem penghargaan yang lebih memadai, sehingga kesejahteraannya meningkat dan memiliki dorongan untuk terus exist menjadi guru yang profesional. Sementara itu, untuk menutup kesenjangan kemampuan menulis maupun kemampuan meneliti, dapat dimulai dari ruang perpustakaan. Saatnya koleksi perpustakaan sekolah tidak lagi berisi latihan soal dan bacaan untuk siswa saja.
Sudah saatnya menegakkan kualitas mekanisme sertifikasi guru, dengan menutup rapat-rapat “pintu belakang” di tiap tingkatan administrasi. Terhadap guru sudah bersertifikasi, perlunya sistem penghargaan yang lebih memadai, sehingga kesejahteraannya meningkat dan memiliki dorongan untuk terus exist menjadi guru yang profesional. Sementara itu, untuk menutup kesenjangan kemampuan menulis maupun kemampuan meneliti, dapat dimulai dari ruang perpustakaan. Saatnya koleksi perpustakaan sekolah tidak lagi berisi latihan soal dan bacaan untuk siswa saja.
Guru perlu membaca. Guru perlu bahan bacaan yang
memperkaya pola pikir. Perlu adanya
forum, workshop atau sanggar yang dapat meningkatkan kemampuan praktis guru,
serta adanya kegiatan kompetitif yang dapat mendorong kegiatan meneliti. Jika hal-hal tersebut
dapat dicapai, kita bisa yakin bahwa pendidikan, mulai dari proses belajar mengajar akan meningkat dengan memanfaatkan hasil penelitian tindakan kelas
yang valid dan reliabel.
*) Catatan:
Arsip
naskah un-publish dalam rangka
memperingati Hari Guru
This comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete