Saturday, May 2, 2020

Menilai Sistem Belajar Dari Rumah di Tengah Pandemi*)

Pandemi covid-19 telah banyak membawa perubahan yang sangat hebat dan mendadak. Untuk mencegah penularannya hingga pemerintah mengambil kebijakan phisical distancing guna memutus rantai penularan. Dampaknya Pemerintahan harus memberlakukan seluruh kegiatan, baik bekerja,  beribadah dan belajar
dari rumah ( lockhome ).

 Lockhome merupakan sesuatu yang baru, belum pernah ada dalam situasi normal. Berlaku secara tiba-tiba, dan tentunya banyak hal yang belum disiapkan dan belum siap menghadapi keadaan. Dalam dunia pendidikan, maka fihak-fihak yang belum disiapkan dan terkesan belum siap adalah (1) unsur siswa/mahasiswa/santri (2) unsur dosen/guru/Ustadz (3) unsur orang tua/wali dan ,(4) unsur pemerintah dalam hal ini kampus/sekolah/pondok sebagai penyelenggara pendidikan.

 Ketika diberlakukan lockhome seluruh kegiatan rapat, kuliah atau belajar, ujian, wisuda, kursus pengayaan yang biasanya dilakukan rutin di sekolah, tiba-tiba harus diselenggarakan secara online karena pesertanya berada di rumah masing-masing. Keadaan seperti ini tentunya membawa konsekuensi yang luas. Termasuk di dalamnya kesiapan anggaran untuk kuota data , ruang dan sarpras koneksi internet, (hp/laptop/komputer, camera, aplikasi-aplikasi video conference), kesiapan dan kemampuan petugas (download, instalasi, mempelajari dan mentaati prosedur. Belum lagi menerapkan sistem belajar online. Pendek kata, dalam sekejap kita dituntut harus bisa menguasai "tetek-bengek' teknologi informasi dalam pembelajaran.

Berbagai bentuk model pembelajaran di tengah pandemi
Dari tingkat kesiapan itu, menyebabkan bervariasi pula model belajarnya. Saya mendengar dari para guru, mengikuti grup media sosial dan chatting ada sekolah yang memberlakukan online dan ada yang tidak, karena alasan ketersediaan koneksi dan perangkat lainnya.  Sekolah yang tidak memberlakukan belajar online, selama lockhome dilakukan dengan cara membagikan soal yang difoto-kopi "door to door" kepada siswa, hanya memberi pesan agar siswa belajar secara mandiri di rumah. Ada pula yang berharap, meminjam istilah Prof. Imam Robandi,  adanya keajaiban bahwa pandemi ini segera berakhir.

Sementara itu, sekolah yang memberlakukan pembelajaran online pun bervariasi model belajarnya. Dari model belajar yang membagikan soal dengan mengirimkan foto soal dan siswa menjawabnya dengan menulis pesan yang berisi jawaban. Ada pula sekolah yang menerapkan model belajar ceramah, dalam bentuk rekaman audio atau video, kemudian siswa menjawabnya dengan menulis pesan yang berisi jawaban. Ada sekolah yang menerapkan model belajar dengan tanya jawab. Model ini terasa lebih interaktif dan lebih kompleks persiapanya. Karena untuk pembelajaran model ini membutuhkan aplikasi untuk melakukan panggilan dengan video secara timbal balik. Meskipun sebenarnya sudah banyak tersedia aplikasi semacam ini dari yang sederhana dan gratis seperti WhatsApp, Jitsi meet hingga yang canggih dan berbayar seperti G-suite dan zoom meeting.
Selain dari ketiga model belajar di atas, ada juga sekolah yang menerapkan model diskusi. Guru dalam hal ini sebagai host yang bertindak selaku moderator atau penilai. Siswa atau mahasiswa sebagai client mengerjakan tugas individu secara mandiri dalam format essay dengan sumber referensi online, baik buku maupun jurnal ilmiah. Selanjutnya tugas para siswa adalah memaparkan jawaban tugas mandirinya di hadapan guru dan siswa lainnya secara online. Setelah itu, moderator membuka sesi diskusi dan tanya jawab.

Menakar validitas penilaian belajar online
Dari berbagai model belajar online di atas, tentulah model terakhir yang paling kompleks persiapanya. Tetapi memiliki efektivitas pembelajaran yang lebih baik. Beberapa hal yang bisa kita catat dalam hal arah komunikasi, keterlibatan antara guru dengan siswa dan keadilan penilaian.
Dalam model belajar ini baik guru maupun siswa menyiapkan bahan belajar maupun laporan tugas individualnya dengan sebaik-baiknya, tidak memungkinkan untuk membocorkan soal dan mencontek jawaban teman, karena penugasan bersifat individual. Tugas yang harus disusun berbeda antar siswa. Sehingga lebih adil untuk menilai kemampuan individu siswa.

 Namun, bukan tanpa kelemahan dari model belajar online seperti ini. Ada bahaya plagiarisme di sana!. Untuk itulah kesiapan guru juga menjadi tantangan. Pengetahuan guru dituntut harus update. Juga kemampuan penguasaan tools  anti plagiarisme yang sudah banyak tersedia di dunia maya. Jika beberapa hal tersebut sudah disiapkan, nampaknya kita bisa mendampingi siswa meraih prestasi dan hasil belajar yang membanggakan di tengah pandemi yang belum diketahui akan berakhir kapan.

Mari kita sambut hari pendidikan dari rumah.

 (* Diadaptasi dari tulisan Prof. Imam Robandi-Guru Besar, Departemen Elektronik ITS yang berjudul "Bersekolah di Rumah"

No comments:

Post a Comment