Kantor Puskesmas Karanganyar, orang sekitar menyebutnya sebagai Klinik atau Rumah Sakit Nirmolo.
Nama Nirmolo kalau ditelisik dari cerita maupun dari penuturan tokoh/pelaku
sejarah, tidak lepas dari sejarah
Karanganyar sebagai Ibu Kota Kabupaten.
Namanya Nirmolo dan
letaknya di pinggir timur kota Karangnayar. RS Nirmolo dibangun sebagai kelengkapan yang dipersyaratkan bagi
sebuah kota. Nama rumah sakit Nirmolo menginsyaratkan bangunan itu berasal dari
awal abad ke-20, ketika pengaruh propaganda 'Timur' makin terasa. Dengan
tampilnya nama Nirmolo berarti tanpa penyakit, makin menambah “cita-rasa”
propaganda sebagai “Saudara ASIA”.
Kesan khas bangunan itu,
sangat terasa ketika aku memasuki komplek bangunan RS Nirmolo yang sekarang
menjadi Puskesmas Karanganyar itu. Ini terjadi di awal November tahun 1987. Halaman
yang luas dan ditumbuhi pepohonan di kanan kirinya mendatangkan suasana hijau.
Letaknya yang berbatasan dengan pesawahan, senantiasa terkena terpaan angin
yang bertiup dari pesawahan, membuat lingkungan terasa sejuk, hingga membuat daun
telingaku terasa dingin.
Ketika pertama kali aku memasuki
bangunan Puskesmas, aku melihat betapa kokoh dan tebal setiap dindingnya, juga
tinggi ukuran pintu dan atap plafonnya. Aku menemukan ruang pertama, yang aku
tahu dari tulisan yang ada, adalah loket pendaftaran. Sepi, pintunya tertutup.
Sesekali ada petugas yang keluar, sepertinya bergegas mau pulang kantor. Aku
akui bahwa aku datangnya sudah siang, untuk ukuran kerja di Puskesmas kala itu.
Padahal, jika di kantor Dinas Kesehatan Kabupaten, waktu seperti saat itu,
masih ramai dengan pelayanan kantor. Hingga aku segera berlari kecil,
menghampiri petugas. Sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman, aku berucap
salam. “Assalamu’alaikum. Maaf Mas, kalau saya mau ketemu Kepala Puskesmas,
dimana ya?” Dengan singkat petugas itu berkata: “Sudah tutup. Paling ke TU (Maksudnya,
Tata Usaha), barangkali masih ada orang” Berkata singkat petugas yang
belakangan saya tahu namanya Mas Suprapto-seorang pekarya kesehatan yang
bertugas di loket obat, itu sambil menunjuk ke arah lokal bangunan yang
terletak di sebelah utara.
Sambil melangkah pelan,
aku melihat tengadah dan melihat sekeliling bangunan. Sepertinya aku berjalan
melintas dibawah doorloop, yaitu bangunan beratap yang menyerupai lorong yang
menghubungkan antar ruangan utama. Jauh disebelah kananku berjalan, kira-kira 200
meter, aku melihat bekas bangunan tower air yang kokoh berdiri. Sementara dekat
bangunan tower, ada sisa dinding selebar kira-kira satu ruangan, dari
dindinglainnya yang sudah runtuh. Pemandangan bangunan bekas tower air itu,
semakin menguatkan kesan bangunan lamanya, sebagai Rumah Sakit Nirmolo. Konon letak
rumah sakit yang berada di batas persawahan, pada waktu itu tentunya
dihubungkan dengan udara di sana yang segar. Karanganyar belum membutuhkan air
pipa, karena air tanah masih mencukupi, dan bilamana cadangann
memyusut—misalnya pada waktu musim kemarau—maka dapat terjadi penambahan aie dari
saluran pengairan di dekatnya yang airnya berasal dari pintu air Sindut, menuju
ke kota dan terus ke persawahan.
Tulisan mendatang:
Sepertinya aku pegawai paling muda, hingga dipanggil “Mbah”
Didaulat sebagai koordinator Tim
Banyak belajar dari banyak lomba
Dari gudang obat, hingga pavillion
No comments:
Post a Comment