Sesuai jawabanku pada kader, saat pertemuan pembinaan kader posyandu
dan dukun bayi beberapa waktu sebelumnya. Saat jadwal pertamaku mengikuti
Posyandu di desa, aku sudah bersiap materi penyuluhan. Aku agak-agak lupa,
tepat lokasinya waktu itu. Kalau tidak salah ingat, di Kelurahan Panjatan.
Panjatan, merupakan salah satu dari keempat kelurahan yang ada di Kecamatan
Karanganyar, setelah Kelurahan Karanganyar, Plarangan dan Jatiluhur. Posyandu
kali ini bertempat di Balai Desa. Untuk menuju lokasinya, tidak jauh. Aku
berangkat dari Puskesmas bersama Pak Slamet Cipto-juru imunisasi.
Aku niatkan untuk memberi penyuluhan pasca penimbangan bagi kader
Posyandu. Begitu di lokasi, aku menyaksikan banyak ibu hamil, ibu bayi dan
balita sedang dilayani kader. Kegiatan Posyandu sudah dimulai, sekitar setengah
jam sebelum aku datang, kata seorang kader yang menerima kedatanganku dan Pak
Slamet.
Melihat kehadirannku di Posyandu, aku melihat sekilas beberapa orang
kader berbisik pada kader lainnya. Mungkin mereka yang sudah mengenal aku,
ketika pertemuan di Puskesmas, menginformasikan kepada teman kader lainnya tentang
keberadaanku disitu.
Persoalan regenerasi
Aku melihat kenyataan, bahwa sebagian besar kader penimbangan relatif umur
mereka sudah usia tua. Keadaan ini dapat menimbulkan beberapa persoalan dalam
program, pikirku. Pertama, persoalan keberlanjutan dan masalah regenerasi.
Karena bukan tidak mungkin, karena keadaan kesehatan dan faktor usia, kader
berhalangan atau terganggu produktivitasnya. Kedua, tingkat penerimaan program dan faktor partisipasi. Aku
merasa bahwa, pada golongan kaum muda masih belum banyak yang mau terlibat
menjadi kader.
Lemahnya kemampuan memberi penyuluhan
Dalam pelaksanaan Posyandu, aku mengamati jalannya pelayanan Posyandu
dengan sistem 5 mejanya. Sesuai ketentuan 5 meja pelayanan, Posyandu
diselenggarakan mengikuti urutan tertentu. Di meja pertama, pendaftaran, ada
kader yang bertugas mendaftar menggunakan buku bantu sebagai daftar hadir.
Kader di meja ini, juga mencatat bayi yang baru pertama kali menimbang atau ibu
hamil yang mau periksa. Setelah
didaftar, kader mempersilakan untuk mengambil tempat duduk dan menunggu giliran
untuk ditimbang. Pada saat ibu bayi/balita menunggu, sebenarnya dapat
dimanfaatkan oleh kader atau petugas untuk penyuluhan atau sosialisasi singkat.
Ketika aku tanyakan kader, mengapa tidak dilakukan? Jawabnya, singkat: “tidak bisa pak, Bapak saja
dari petugas Puskesmas atau dari Kecamatan yang ngisi” Memanfaatkan, situasi
kosong ini, aku memanfaatkan
menyampaikan pesan singkat manfaat menimbang bayi dan balita secara
rutin.
Di meja dua, penimbangan, ada dua orang kader. Menimbang bayi dan
balita, menggunakan timbangan dacin. Namun, untuk beberapa balita yang tidak
mau ditimbang disiasati dengan menngunakan timbangan injak, meskipun sebenarnya
hasilnya sangat tidak akurat. Kader lainya, mencatatkan hasil penimbangannya pada
secarik kertas. Secarik kertas kecil yang biasa mereka sebut “girik” tersebut
diserahkan kembali pada ibu bayi/balita, dengan cara menyelipkan pada kartu
KMS.
Di meja tiga, pencatatan. Ada seorang kader mencatat hasil penimbangan
ke KMS, berdasarkan catatan yang tertulis pada “girik”. Setelah kader mencatat
KMS bayi/balita, kader mempersilakan ibu bayi/balita ke meja penyuluhan.
Dimeja empat, penyuluhan, ada seorang kader dengan beberapa
perlengkapan seperti media penyuluhan “lembar balik” dan logistik posyandu dan
bungkusan PMT penyuluhan (Pemberian makanan tambahan). Aku membayangkan bahwa,
ibu kan dapat memperoleh pesan-pesan penyuluhan disini. Tetapi tebakanku
meleset kali ini. Ibu bayi/balita hanya diberi sebungkus bubur kajang hijau
kemudian pergi! Di meja ini sebenarnya, kader dapat memotivasi agar ibunya menimbangkan
bayi/balitanya secara rutin. Perlu disampaikan juga hasil penimbangan bulan
ini, jika dilihat grafiknya berdasarkan KMS. Serta pesan-pesan yang harus
dilakukan,misalnya jika hasil
timbangannya naik atau sebaliknya, atau terhadap ibu bayi yang baru datang
pertama kali menimbang. Sedangkan, bubur kacang hijau itu, maknanya jika ibu
akan memberikan makanan tambahan yang sehat di rumah, maka pilihan jenis
seperti bubur kacang hijau itu lebih baik. Dibandingkan jika anak-anak
diberikan makanan jajan yang mengandung pewarna, pelezat dan pengawet.
Di meja lima, pelayanan. Ada seorang kader, yang melayani ibu balita
yang memerlukan bubuk oralit, vitamin A dosis tinggi, tablet tambah darah bagi
ibu hamil, serta ibu bayi/balita yang akan mengimunisasikan anaknya. Dalam hal
melayani imunisasi bayi/balita, kader tugasnya mencatat dan membantu petugas
imunisasi, memanggil sesuai urutan antrian.
Pembinaan pasca Posyandu sebagai
evaluasi dan penguatan kader
Setelah pelayanan posyandu dari meja satu sampai meja lima sudah
selesai, kader- kader mengemasi peralatan. Sementara itu, petugas imunisasi
mengepak kembali vaksin ke dalam cool-pack, dan beberapa petugas desa
mempersiapkan dan mempersilakan minum, akupun bersiap untuk memberi penyuluhan
dengan model santai. Jurus ini harus aku lakukan, dengan pertimbangan bahwa
untuk ukuran kader, model belajar santai sangat diminati. Apalagi dengan contoh
riil terhadap pekerjaan yang baru saja dilakukan, akan mudah diterima terhadap
masuknya pesan.
Ternyata benar! Begitu, aku memulai membahas beberapa kejadian di
masing-masing meja pelayanan. Seketika, suara gemuruh kader, berebut
menyampaikan keluhannya. Dimulai dari kader yang aku anggap tertua disitu, aku
persilakan untuk menyampaikan tanggapannya. “Kami sebenarnya, sudah lama
menyampaikan ke desa, untuk minta diganti, tetapi tidak ada yang mau menjadi
kader. Terutama yang muda-muda, beralasan, kalau kader tua saja, tidak
dipercaya oleh ibu-ibu bayi/balita, apalagi yang muda”. “Baiklah, kalau
demikian, mulailah calon kader yang muda, kita ajak ikut kegiatan Posyandu.
Untuk sementara yang bersangkutan, tidak usah diserahi tugas khusus. Biarkan
mereka memilih kegiatan atau tugas yang sementara ia bisa lakukan. Sambil
menunggu saatnya, jika ada penyuluhan atau pelatihan kader, dapat diikutkan”
Begitu jawabanku, untuk
menengahi. Kemudian mereka saling mengusulkan akan mengajak masing-masing satu orang tiap RT.
“Kuncinya sebenarnya, selain jumlah kader, yang kebanyakan sudah
setua-tua saya ini, juga karena rendahnya pengetahuan. Sehingga kamipun banyak
yang merasa canggung, kalau harus memberi penyuluhan kepada ibu-ibu bayi/balita”
keluh kader lainnya, kemudian ada yang menimpalinya “selama ini, kami melakukan
apapun, tidak ada yang memperhatikan. Baik perhatian dari desa, apalagi dari
Puskesmas atau Kecamatan. Paling-paling, ketika harus ditunjuk mengikuti lomba.
Yang kami inginkan sebenarnya, kalau ada pembinaan yang terus menerus. Kalau
para pimpinan dan petugasnya bergerak, kamipun sebagai warga pastilah akan
mendukung”
Mendengar jawaban itu, aku seperti “mendapat” energi, untuk terus
membangun kemampuan kader Posyandu. Melalui pendekatan pembelajaran orang
dewasa, dengan memanfaatkan waktu santai sesudah pelaksanaan Posyandu.
Akhirnya aku menyampaikan terimakasih atas kerjasama dan keterlibatan semua
fihak, termasuk ibu-ibu kader dan bapak-bapak perangkat, yang sejak pagi tadi,
bahkan sejak tadi malem menyiapkan acara Posyandu hari itu.