Seringkali kita mendengar tentang larangan
untuk melakukan kekerasan terhadap anak. Bahkan suatu kali ada kasus
penganiayaan pada anak di suatu sekolah di ibu kota. Sontak dalam sehari bahkan
berminggu-minggu berita di media massa, siaran televisi, semua membahas dan
menentang perbuatan yang mengandung kekerasan pada anak. Tetapi apakah kita
menyadari, bahwa kita sebagai orang tuapun kadang-kadang melakukan “kekerasan”
terhadap anak. Jangan-jangan kita biasa
melakukanya pada anak kita.
Mengapa bisa begitu? Ingatlah sahabat, marah itu juga termasuk kekerasan! Kekerasan pada anak ternyata tidak hanya berupa penyiksaan fisik saja, tetapi dapat berupa pelecehan sosial, pengabaian dan penyiksaan emosional anak. Marah, seperti yang dituturkan Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, adalah bara yang dilemparkan setan ke dalam hati anak Adam sehingga ia mudah emosi, dadanya membara, urat sarafnya menegang, wajahnya memerah, dan terkadang ungkapan dan tindakannya tidak masuk akal.
Pada saat orang tua menumpahkan kemarahannya
pada anak, pada saat yang sama orang tua telah menyiksa emosi anak. Kemarahan orang tua dapat memunculkan sikap penolakan,
tidak peduli, mengancam, mengisolasi dan membiarkan anak. Akibatnya,
anak merasa tersiksa perasaannya.
Dampak
penyiksaan emosional anak
Kemarahan orangtua dapat berdampak buruk pada
anak. Marah banyak sekali menimbulkan perbuatan yang diharamkan seperti
memukul, melempar barang pecah belah, menyiksa, menyakiti orang, dan
mengeluarkan perkataan-perkataan yang diharamkan seperti menuduh, mencaci maki,
berkata kotor, dan berbagai bentuk kezhaliman dan permusuhan, bahkan sampai
membunuh. Seperti kasus penganiayaan
terhadap Arie Hanggara yang dilakukan ayahnya, menjadi cerita yang sangat memilukan.
Bahkan sempat diangkat ke layar perak. Arie, pada Desember 1984, menjadi korban
kekerasan ayahnya yang menyebabkan nyawanya melayang.
Mempengaruhi
jiwa anak
Anak-anak
seringkali akan meniru perilaku orang tua kepadanya. Dan jauh dalam hatinya,
perlakuan marah orangtua membuatnya
merasa sakit. Dan sakit itu terus diingatnya, bahkan hingga dia dewasa.
Dalam perkembangan anak, orangtua terutama ibu adalah madrasah pertama dan
utama anak.
“Ibunya mengandungnya dengan
susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan.’’ (Al-Ahqaf: 15). Dalam kehidupan anak selanjutnya, ibunya
yang melatihnya duduk, berdiri, dan berjalan. Ibunya yang mendekap dan
menggendongnya jika dia jatuh ketika berlatih berjalan. Ibunya yang melatih berbicara, memanggil mama, papa,
ibulah yang menyuapinya sekaligus melatihnya cara-cara makan, ibulah yang dan
seterusnya.
Dari perilaku orang tualah, anak belajar berterimakasih, dan meminta maaf, hingga membentuk karakter anak. Karakter anak akan terbentuk oleh bagaimana kebiasaan orang tua memperlakukan anak. Seperti yang dituturkan Dorothy Law Nolte dalam bukunya “CHILDREN LEARN WHAT THEY LIVE” :
Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan/kekerasan, dia belajar membenci
Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, dia belajar rendah diri
Jika anak dibesarkan dengan hinaan, dia belajar menyesali diri
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, dia belajar menahan diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian, dia belajar menghargai
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, dia belajar percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, dia belajar keadilan
Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, dia belajar menaruh kepercayaan
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, dia belajar menyenangi dirinya
Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, dia pun belajar menemukan cinta dalam kehidupan”
Janganlah marah
Mengingat dampak buruk marah
orang tua pada anak, maka segeralah untuk mengakhiri. Karena marah merupakan
salah satu bentuk kekerasan pada anak. Rendahkanlah nada suaramu para orangtua,
berikan pelukan dan sentuhan lembut pada kepala anak sebagai tanda berbaikan. Selanjutnya,
ingatlah pesan agama, janganlah marah, maka bagimu syurga. Biarlah anak-anak
memperoleh syurganya, dengan kehidupan penuh damai. Dengan memberinya kasih
sayang dan persahabatan. Dengan begitu, sirnalah kekerasan pada anak dengan
berhenti marah.*) Catatan:
Arsip naskah Lomba Menulis Esai untuk Mahasiswa dan Umum,
yang diselenggarakan oleh PDNA Kebumen
sebagai Juara I
No comments:
Post a Comment