Sate telur gulung yang terbuat dari telur yang digoreng dan digulung dengan sedikit garam dan ditusuk pakai lidi atau bambu itu, sejatinya merupakan jenis jajanan jadul era 90-an. Namun hingga saat ini masih banyak ditemui dan mulai marak kembali. Saat ini sate telur gulung dijual dengan banyak variasi bahan atau pun sambalnya. Sejak dari bahan telur yang original sampai dengan isi sosis, bakso dan daging. Dari sambal kacang, kecap, saus tomat maupun mayones. Hingga banyak orang mencoba mengadu nasib untuk menjajakan jajanan legendaris ini.
Seperti halnya Adi sekitar 35 tahun usianya. Seorang pemuda yang mencoba bertahan di kota "empek-empek" Palembang ini dengan menjajakan sate telur gulung secara berkeliling. Dengan bermodalkan sepeda motornya, Adi berjualan secara berpindah-pindah, pada jam tertentu mengikuti keramaian pembelinya. Selepas Dzuhur, seperti saat aku menemuinya, Adi mangkal di jalan stasiun LRT Jakabaring. Siang itu, bersama kru TV dan Radio aku ditugaskan mengikuti Rakornas di Palembang. Untuk mencapai ke tempat lokasi acara, setelah 30 menit dari Bandara Sultan Mahmud Badaruddin II menggunakan kereta api cepat, rute perjalanan berikutnya menggunakan taksi online. Sambil menunggu pesanan taksi datang, saat itulah pandanganku tertuju pada penjaja sate telur gulung, dekat sebuah halte. Hingga aku mengajukan beberapa pertanyaan pada penjualnya.
Adi belum menjawab pertanyaanku, apakah daganganya itu bisa habis hingga sore ini. Namun, aku memperoleh jawabnya, ketika serombongan anak sekolah berseragam SLTA datang dan mengerumuni dagangannya. Bersamaan taksi online pesananku datang, akupun minta pamit. Meski tidak begitu jelas, aku mendengar anak-anak sekolah itu sedang memesan jajanan kesukaanya. Dalam hati aku mengakui bahwa sate telur gulung ini menjadi jajanan dari generasi ke generasi.
Cokroaminoto-Wyndham Opi, Palembang, 26 Februari 2020
No comments:
Post a Comment