* Ketika berkesempatan bertemu dengan Kades dan mantan kades yang juga sesepuh adat Osing di Desa Kemiren Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi, Ahmad Abdul Fahrin, saya sempatkan berbincang, sambil menikmati sajian kopi _arabica_ khas Kemiren. Asal kata desa kemiren, adalah _kemirian_ yaitu karena desa ini dulunya adalah lahan luas yang banyak tumbuh pohon biji kemiri, sejenis rempah dapur yang kerap digunakan untuk bumbu masak. Mata pencaharian utama warga desa kemiri adalah petani. Warga desa kemiri merupakan keturunan osing, yang merupakan suku asli di Banyuwangi. Hingga Saat ini, keturunan suku osing banyak terdapat di sembilan Kecamatan, termasuk di Desa Kemiren Kecamatan Glagah.
Desa adat
Sebagai desa adat, masyarakat desa kemiren masih memiliki, memelihara, kebiasaan, tradisi yang menjadi budaya para tetangga adat osing. Seperti gerabah, lampu, tempat tidur hingga perabot dan bentuk rumah. Para tetua adat dengan kesadaran dan rela hati menjaga dan menanamkan nilai budaya Osing kepada anak cucunya. Banyak norma yang tidak tertulis, namun sangat diyakini masyarakat. Seperti tradisi sarung pulikat hitam dan baju putih ketika menghadiri _kenduri_ atau selamatan. Tradisi tahunan _mepe kasur_ merah-hitam di depan rumah. Hingga kerasnya tekad masyarakat Osing memperjuangkan harapannya, seperti yang tersurat dalam _lelagon_: "klambi cemeng seloan cemeng, dikumbah moso lunturo. Bapak seneng emak seneng, dicegat moso munduro".
Implementasi sikap mental ini tercermin dalam kehidupan masyarakat Osing di Desa Kemiren, yang suka tantangan terbuka. Sejatinya tercermin dari arti kata lain Kemiren, yaitu _irian_, siap bersaing, siap menang. Sikap mental ini tercermin dalam kehidupan masyarakat Osing di Desa Kemiren, yang suka tantangan terbuka. Sejatinya hal ini mencerminkan makna lain dari kata Kemiren, yaitu _irian_, siap bersaing, siap menang. Masyarakat osing merasa tertantang dan lebih bersemangat untuk berkontribusi secara lelang atau _bantingan_ mereka tidak ingin iurannya lebih rendah dari rekan lainnya. Meskipun, diakui sesepuh adat ini, bahwa tidak selalu begitu dalam hal iuran-iuran wajib ke desa.
Pintu masuk sendang seruni
Banyuwangi, 21 Oktober 2021