Wednesday, November 30, 2016

Peran KORPRI dalam meneguhkan profesionalisme dan netralitas ASN dalam pelayanan publik *)

Melalui berbagai regulasinya, pemerintah sebenarnya telah demikian jelas mendudukkan posisi PNS sebagai profesi yang netral dengan tujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata. Hal ini sebagaimana diatur dalam undang-undang pokok-pokok kepegawaian, yang ditetapkan sejak tahun 1999. Namun, upaya ini belumlah nampak riil pada perilaku kerja PNS dalam pelayanan publik.

Potret kinerja pelayanan publik
Laaporan Ombudsman Republik Indonesia akhir-akhir ini, menengarai adanya kenaikan drastis keluhan masyarakat terkait penyimpangan penyelenggaraan pelayanan publik. Pada tahun 2013, keluhan atas kasus penyimpangan itu meningkat hampir dua kali lipat! Dari 2.209 laporan pada tahun 2012  meningkat menjadi 4.359 laporan masyarakat pada tahun 2013. Jumlah itu meningkat 97,3 %, dengan lokus terbanyak terjadi pada pelayanan Pemerintah Daerah, pelayanan di kepolisian, instansi vertikal dan Badan Pertanahan  (Pikiran Rakyat, 2014). Selanjutnya dalam laporan itu, juga menyebutkan bahwa penyimpangan pelayanan publik tersebut terjadi dalam bentuk konflik kepentingan, permintaan uang, barang, dan jasa serta terjadinya mal-administrasi pelayanan.  Kerja aparat dianggap lamban, adanya keberpihakan dan dinilai tidak kompeten.

Profesionalisme dan netralitas
Jika kita perhatikan, potret kinerja pelayanan publik di atas, mencerminkan bagaimana kondisi kinerja sesungguhnya para aparat sipil negara kita sebagai penyelenggara pelayanan publik. Dari bentuk penyimpangan pelayanan di atas, kita dapat mengerti, bahwa permasalahan utama Aparatur Sipil Negara (ASN) adalah masalah profesionalisme dan netralitas. Kedua permasalahan tersebut, baik profesionalisme maupun netralitas dapat saling mempengaruhi. Keduanya melekat pada aktivitas seseorang ASN.  

Dalam hal profesionalisme, seseorang dikatakan profesional jika ia melakukan pekerjaan dengan keahlian khusus dan menghasilkan produk  layanan yang berkualitas, bertanggung jawab, dan sistematis. Tingkat profesionalisme seseorang sebenarnya dapat diamati dari apakah seseorang itu menyukai atau menikmati tugas yang ia kerjakan. Dari tingkat rasa suka dan menikmati pekerjaan akan terpantul antusiasme dan kepeduliannya dalam melayani klien atau masyarakat. Kedua hal itulah yang langsung dirasakan dan dinilai oleh masyarakat, bahwa ia telah dilayani secara profesional atau tidak. Telah terjadi mal-administrasi atau tidak. Oleh karena itu, jika kita ingin membangun profesionalisme, kita bisa meminjam konsep David H.Maister (1997) seorang penulis “True Profesionalism : The courage to care about your people, your client, and your career”, bahwa profesionalisme itu sesungguhnya merupakan perpaduan antara motivasi, inisiatif, komitmen, keterlibatan langsung dengan pekerjaan dan antusiasme.

Netralitas melahirkan keadilan dalam pelayanan
Permasalahan netralitas ASN sebenarnya tidak hanya dalam konteks Pilkada atau proses suksesi kepemimpinan saja. Dalam konteks yang lebih luas, netralitas ASN sering diuji ketika menyangkut SARA. Rendahnya netralitas ASN dalam pelayanan publik sering kali berakibat munculnya konflik kepentingan, keberfihakan dan pelayanan yang tidak merata, penyimpangan prosedur dan tidak transparan.  Kesemuanya itu akan menyebabkan munculnya ketidakadilan dalam pelayanan.

Menunggu realisasi reformasi birokrasi
Melihat besar dan luasnya persoalan dalam sistem pelayanan publik, sebenarnya Pemerintahpun tidak tinggal diam. Upaya yang dilakukan pemerintah sangatlah mendasar dalam bentuk Grand Disain Reformasi Birokrasi, untuk mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik (good governance). Tujuanya adalah untuk menciptakan birokrasi pemerintah yang profesional dengan karakteristik, berintegrasi, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, sejahtera, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara.

Melahirkan Undang-undang ASN
Dari Reformasi Birokrasi melahirkan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, yang menempatkan aparatur sipil negara sebagai bagian dari reformasi birokrasi, menetapkan aparatur sipil negara sebagai profesi dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan manajemen aparatur sipil negara.  Dengan kelahiran undang-undang ASN memberi landasan manajemen pengelolaan dan pengembangan aparatur di kemudian hari.

Berharap dari implementasi merit system
Untuk merealisasikanya, Pemerintah menerbitkan Permen PAN-RB No. 13 tahun 2014. Sesuai Peraturan menteri ini,  manajemen ASN dilakukan sesuai dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Sistem merit ini dengan sembilan prinsipnya, akan mampu membangun terciptanya aparatur yang memiliki profesionalisme dan netralitas tinggi dalam pelayanan publik.

Peran KORPRI ke depan
Sebagai korps yang beranggotakan para profesi pegawai ASN, KORPRI ke depan memiliki peran strategis, dalam menumbuhkembangkan profesionalisme dan menjaga netralitas ASN dalam pelayanan publik, baik melalui upaya internal maupun eksternal. Secara internal KORPRI paling tidak berperan membangun independensi, profesionalisme dan netralitas. Sedangkan eksternal, KORPRI dituntut perannya dalam mendorong Pemerintah mengimplementasikan prinsip-prinsip manajemen ASN dengan  sistem merit, yang memungkinkan terbinanya kinerja, profesionalisme dan netralitas ASN dalam pelayanan publik.

Dengan demikian, harapan besar akan meningkatnya kualitas pelayanan publik, sebenarnya masyarakat sangat menggantungkan harapan tersebut kepada KORPRI dalam memainkan peranya dalam menumbuhkan profesionalisme dan netralitas ASN.

(* Catatan:
Arsip naskah lomba karya tulis
dalam rangka HUT KORPRI Kabupaten Kebumen
tgl 29 Nopember 2016, sebagai Juara I. 




No comments:

Post a Comment